Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

As You Walk Away

Today I played my part again
I was there for my friend
She cried on my shoulder today
Anything to make her feel ok.
I play so strong to try and understand
How sometime life is grand.

I almost cried today
I did not make it through this day.
In the morning I wake to the sounds
of which I hate the sounds of love in the air
I wonder even if I dare,
I roll out of bed today
Thats all I remember from that day.

As you turn and walk away
I tell myself that im ok
My heart is crying
My head is screaming
My hands are shaking
But, I make it through another day.

As I go through the day
I say that every thing’s ok
I try to smile and fade away all the tears I feel today.

As I lay me down to sleep
I pray the Lord my soul to keep
So it can feel the pain
I made it through another day.

Waking up I feel the same and just say
I will make it through another day.

I see them laugh and holding hands
Oh how I wish I could stand
To be around the joy and glee
But it’s no longer inside of me.

I tell myself I’ve moved on
I tell myself that I’m strong
And that I can hold on.

If only someone could take my hand
The thought of them touching me
Leaves me in pain u see,
To never to be able to trust a man
To never let u hold my hand.

I cannot let u see all there is inside of me
Because if I take down the walls inside of me
I might just crumble and fall
And there will be nothing left of me
So I tell u that I’m fine
And hold back the tears inside.

Here in my room while I sleep
I think of the most important things
The things I think before I wake.
 
I was crying again today
For only while I sleep do
I let the tears seep from my eyes I wonder why u look at me.

I pray to Lord to take..
Take the pain from my eyes
Let me not break down and cry
For I am strong today
So I can make it through just one more day.
 
picture from here

Mbak


Untuk Mbak yang berjilbab dan berkacamata (padahal aku juga berjilbab dan berkacamata)...


Dulu aku suka sekali melihatmu bercerita. Kau menceritakannya dengan penuh daya tarik. Bukan karena topiknya yang bagus, tapi caramu. Iya, aku menyukai caramu menyampaikan cerita padaku atau juga pada orang lain. Kau mempesona tiap kali bercerita tentang suatu hal.

Iya benar, aku menyukai caramu bercerita.

Kau punya banyak cerita untuk berbagi dengan kami. Ada bermacam hal yang kau ungkapkan di hadapan kami, hingga bagai mantra yang menyihir kami untuk tetap ada di depan ceritamu. Mantramu benar-benar membuatku sempat tergila-gila dan berharap bisa selancar dirimu dalam mengungkap hal-hal yang terjadi.

Semua ceritamu, entah itu berupa fiksi, kisah orang terdekatmu, atau bahkan curhatan tentang hidupmu kau rangkai dalam kalimat-kalimat yang tadi telah kusebut mantra itu tadi. Tidak sedikit orang berdecak kagum, memujimu. Memuji kepiawaianmu merangkai cerita.

Sekali lagi, the way you share it. Caramu!

Lalu mind-set-ku tentang keluwesanmu menyampaikan suatu hal tiba-tiba luntur. Luntur dan pudar saat satu komentar dariku kau tanggapi dengan dingin meski kau berusaha tersenyum.

Terpaksa tersenyum.

Aih..aih... Pasti karena kau merasa tidak mengenalku, tidak pernah tahu seperti apa reputasiku. Tentu saja tidak kenal, setelah kuingat ternyata kau jarang menjawab salamku. Padahal aku dengan sangat setia menatap 'layar'mu, menanti kisah-kisah yang kau ceritakan.

Aku tahu bahwa kau begitu mempesonanya hingga begitu banyak mata menatapmu dan mengagumimu menyampaikan sesuatu. Kukira kepintaran yang tersimpan di dalam tempurung kepalamu itu sebanding dengan keindahan suaramu menyapaku, tapi aku terlalu percaya pada pandangan mataku.

Aku membencimu?
Tentu saja tidak, Mbak. Aku tidak mengenalmu, begitu juga sebaliknya.

Mbak..
Maaf karena aku akhirnya tulisan ini terpaksa aku posting di blog. Aku yakin saja bahwa tak mungkin kamu punya waktu untuk mendengarku atau membacanya jika kuemailkan -aku tak punya emailmu-. Bahkan aku tidak tahu kau ada di bumi belahan mana saat ini.

Kita tak pernah saling kenal.

Aku yakin kau berjalan rel yang benar, tidak salah sedikitpun dengan apa yang kau ungkap terlepas apakah itu fakta atau fiksi. Sungguh aku tidak ada niat mencelamu atau menumbuhkan benih benci di hatiku padamu, karena aku masih dengan setia menikmati cerita yang kau suguhkan pada kami meski tak sesering dulu.

Mbak..
Andai kau tahu betapa aku kagum dengan perjalanan batinmu hingga akhirnya kau memutuskan untuk berhijab. Buatku, kau termasuk orang yang luar biasa hingga akhirnya bisa memutuskan berhijab. Meski dengan proses panjang dan melalui banyak perjalanan batin, kau akhirnya bisa mencapai tahap itu. Jika kau ada di hadapanku saat pertama kau putuskan berhijab, pasti aku akan memelukmu erat.

Tulisanku ini semoga bisa kau baca suatu hari. Memang bukan tulisan yang menarik, bukan kisah yang indah, tapi hanya ungkapan seorang adik yang ingin menjadi 'pencerita' -aku tak tahu istilah apa yang tepat untuk kugunakan- hebat sepertimu. Aku hanya tak tahu kau sekarang berada di mana untuk menyampaikan langsung.


Terima kasih telah menjadi inspirasiku, Mbak yang berjilbab dan berkacamata.....

picture source
Woman learns how to hate
in proportion as she forgets how to charm.
~Friedrich Nietzsche~

Last Chapter


Saya tidak tahu apa namanya ini, takdir atau kebetulan atau ketentuan atau ketetapan UU atau entah apa lagi. Sampul tugas akhir saya kali ini berwarna kuning, sama kuningnya dengan sampul tugas akhir saya yang terdahulu. Sama persis, podho plekk!

Tapi yang lebih dahsyat adalah saya menamai sekolah kali ini dengan 'mencari kitab kuning ke barat'. Ini muncul begitu saja ketika otak dan hati tidak bisa beranjak kemana-mana termasuk mengerjakannya hingga tuntas tas tas tas. Sehingga begitu sering saya berjam-jam hanya memandangi layar putih yang siap dicoret-coret.

Satu hal pantas saya syukuri adalah saya masih punya kawan yang siap untuk dimarahi dosen bersama-sama. Dulu saya punya 24 teman yang setelah sidang masih harus berjuang demi revisi yang tak kunjung mendapat titik terang. Kami sering janjian pergi bersama-sama ke rumah ibu dosen tercinta dan menyebutnya dengan istilah 'kumpul kebo'. Istilah yang mencuat begitu saja dari seorang teman. Tempat janjian sudah pasti di tempat yang sama, yang berbeda hanyalah waktunya saja. Hingga saya sering mendapat sms atau mengirim sms "Kumpul kebo jam berapa?"

Ah, kenangan itu!

Saya jadi ingat kakak kelas saya, seorang cowok yang lucu, dan baik. Setelah kami lulus, dia sering meminta maaf karena sewaktu revisi skripsi dan menghadapi bu dosen tercinta, dia sering memanfaatkan kami, adik kelasnya yang kebanyakan cewek. Tapi saya dan teman-teman sebenarnya juga memanfaatkan dia, tentu saja karena dia cowok.

Terutama saya yang sering merepotkan dia. Sering nebeng (sebenarnya lebih sering dengan naik motor saya) dia ke rumah bu dosen tercinta kalau kebetulan kami janjian pas senja karena mata minus saya sangat tidak bersahabat dengan senja. Saya tahu dia pernah merasa tidak enak dengan saya saat dia mendapat acc lebih dulu daripada saya. Dan saat itu saya menghilang dengan segera dari rumah dosen saya. Eh, dia buru-buru sms saya dan bilang kalau dia siap menemani saya ke rumah bu dosen kalau 'arjuna' tidak bisa menemani.

Apa itu arjuna??

Sejujurnya saya lupa sebutan 'arjuna' itu pernah ada. Kata 'arjuna' itu datang pada saya ketika beberapa waktu lalu dia sms saya dan menanyakan tentang apa-kabar-nya saya dengan 'arjuna'. Saya melongo saja ditanya begitu. Amnesia undefined time saya kambuh. Saya benar-benar lupa apakah saya kenal seseorang dengan nama 'Arjuna' atau 'arjuna' itu nama tempat atau 'arjuna' itu benda atau apa. Ingatan sudah saya buka paragraf demi paragraf tapi tidak bisa menemukan maksud 'arjuna'. Dengan susah payah dia menjelaskan 'arjuna' itu (si)apa dan saya tidak bisa menahan tawa karena saya tidak pernah sadar kalau dia dulu punya sebutan itu untuk seseorang.

Panggilan itu terlewat begitu saja oleh saya.

Tidak. Saya tidak akan membahas tentang arjuna. Cerita 'arjuna’ ini hanya intermezo yang membuat dia ingin kami mengenang masa berjuang dulu. Saat-saat ketika skripsi kami berdua mendapat julukan yang sama 'tidak ada benang merahnya'. Sesuatu yang tidak nyaman didengar karena saya telah mati-matian menulisnya, mempresentasikan, dan mempertahankan di hadapan beliau sebagai penguji, tapi pada saat sidang beliau hanya berkomentar "Tidak usah menjawab pertanyaan saya, revisi saja halaman yang sudah saya lipat."

Hulalala....Saya tahu beliau pasti tidak membacanya sebelum masuk ruang sidang, yang akhirnya berakibat revisi yang harusnya 2 minggu, bisa molor sampai 2 bulan.

Oh, ibu dosenku tercinta kenangan bersamamu adalah bekal saya kebal menghadapi dosen ganas nan gahar.

Saat ini pembimbing saya super duper  heboh. Orang yang sangat sibuk, tapi juga teliti setengah mati. Saat saya masih menulis proposal, saya mendapat sebuah statement  yang membuat saya tidak bisa menyangkal dan hanya nyengir. Saya memang tidak menyangkal, tapi bukan berarti membenarkan, karena I'm so sure the more I defend the more he knows my hollowness brain and heart.

"Kamu nulisnya kenapa acak-acakan begini? Kamu lagi patah hati ya? Lihat, kurus begitu....." (dan ditambah dengan beberapa kalimat lain pula.)

Aih...aih...kalimatnya kok begitu banget?!

Curcol ini.... Akhirnya saya nekat makan banyak biar tidak dikata kurus. Sampai akhirnya saya menggendut, membalon. Dan saya mendapati berat badan saya hampir mencapai 50 kg. Oh My God! Jadilah sekarang saya diet ketat, apalagi sudah tidak terlalu perlu tenaga dan pikiran terlalu ekstra karena Chapter 4 dan Chapter 5 sudah terselesaikan.

Oke...saya sudah menyelesaikan dua Chapter pamungkas. Seperti yang saya bilang tadi bahwa saya bersyukur punya teman-teman yang siap dimarahi bersama-sama oleh dosen. Saya hanya tidak tahu pasti apakah kali ini akan seribet dahulu atau lebih ribet. Padahal sekarang ini otak saya sering ngambek plus ngadat diajak berpikir. Kalau dulu disemangati 'arjuna', kalau sekarang sepiiiiii...

Hahaha...arjuna...arjuna...kamu ini nyata atau maya atau malah setan?

Dulu saya masih dibantu air mata, lha kalau sekarang air mata sudah ogah dekat-dekat saya. Hahaha... Saya sekarang akhirnya cuma menikmati memandang layar laptop saya yang gambar desktop-nya adalah seorang bocah berumur satu tahun dengan headphone guede tapi pas di kepala dia. Iya, ponakan saya. Saya tidak bisa menangis, walau saya sedang (pinjam istilah gaul sekarang) galau marillaw layaw. Alternatifnya adalah membaca lagi apa yang sudah saya baca, meski pikiran sedang kemana-mana tidak jelas juntrung-nya.

Akhirnya memang saya menikmati last chapter saya dengan kenangan tentang sahabat-sahabat seperjuangan dulu, hingga akhirnya tanpa sengaja terselip kisah tentang 'arjuna'. Saya merindukan sahabat-sahabat saya yang dulu pernah memberi warna pada perjuangan akhir. Saya merindukan mereka yang pernah menangis bersama setelah menghadap dekan. Saya merindukan mereka yang dulu pernah saling menguatkan dalam keterpurukan dan ketakberdayaan. Saya merindukan melihat mereka dan menjabat erat tangan mereka. Semoga saya tidak lupa menuliskan mereka pada dedication sheet nanti.

Semoga Allah melindungi mereka di mana pun mereka dan apapun yang mereka kerjakan saat ini.

picture from here

We are the captains of our own ships
sailing the sea of life,
but in times of a stormy weather,
you will discover true friends
when they don't hesitate to be a lighthouse.
~Dodinsky~
 

Why do You Love Him?


Dia sedang bergelung di belakang saya yang berpura-pura sibuk di hadapan layar laptop. Saya membiarkannya bergelung di sana masih dengan kerudung membalut rapi kepalanya. Sewaktu datang tadi dia bilang kangen dengan ibu, tapi saya tahu benar bahwa dia pasti sengaja datang sebelum ibu pulang. Tentu saja dia tahu bahwa jam 10 pagi adalah sebuah kemustahilan bisa menemui ibu di rumah pada hari kerja. Tujuan dia datang ke rumah tidak lain tidak bukan tentu saja ingin menemui saya, dan tentu saja curhat tentang masalah yang sedang menimpanya. Saya sudah mendengar berita dari beberapa teman tentang kesedihan yang menimpanya.

Saya tidak menanyakan apa-apa padanya kecuali kabarnya dan mama-papanya, selebihnya saya simpan sendiri. Saya tidak mau memulai bertanya, karena saya tahu bagaimana perasaannya saat ini. Sedih, kecewa, terluka, terlunta, marah, sakit, dan perih. Perasaan yang sama yang saya rasakan bahkan sampai saat ini.

....
Bukan maksudku, bukan inginku melukaimu
Sadarkah kau
Di sini ku pun terluka
Melupakanmu, menepikanmu
Maafkan aku...
....

Dia tiba-tiba terisak-isak ketika mendengar lagu itu mengalun pelan dari WMP saya.

Saya berbaring di dekatnya, satu tangan menggenggam erat tangannya, tangan lainnya mengusap air mata yang mulai membanjir di pipinya.

“Dia tidak pernah bermaksud melukai aku, tapi aku terluka,” rintihnya di sela isak.
Saya tidak bisa berkata apa-apa karena saya pun berada persis sama di posisinya. Tapi paling tidak lukanya masih berdarah-darah saat ini. Dia sedang sangat rapuh untuk bisa menguasai diri.

Melihatnya terluka begini seperti melihat diri saya sendiri setahun kemarin. Sebuah cermin besar berdiri tepat di hadapan saya dengan wujud sahabat saya yang terluka oleh sebuah pencampakan. Saya tidak tahu apakah istilah ‘pencampakan’ ini tepat saya gunakan, karena saya tahu pasti bahwa seseorang di sana pun sedang sangat terluka ketika melakukan ‘pencampakan’ itu. Sama persis dengan apa yang saya alami.

Tapi saya tidak rela melihat dia dalam keadaan yang sedemikian menyedihkannya. Dia bukan hanya cantik dan baik, tapi dia seorang yang lembut dan sangat setia. Saya sering mendapat oleh-oleh ketika dia pulang tugas dari kantornya untuk tugas luar kota. Beberapa kali dia sengaja membelikan saya bros, gelang, atau cincin lucu dengan alasan oleh-oleh dari perjalanan dinasnya, padahal saya tahu dia tidak ada agenda belanja dalam perjalanan dinasnya itu. Satu kali pernah dia memberi saya kerudung branded yang baru saja dibelinya dengan dalih dia kekecilan, padahal saya yakin sekali kalau kerudung itu sebenarnya bisa dia tukarkan dengan ukuran yang lebih pas untuk dia.

Menjadi sahabatnya belasan tahun membuat dia sangat mengenal saya bahkan lebih baik dari diri saya sendiri. Dari sekian lama perjalanan persahabatan kami, saya baru dua kali melihat dia terluka sedalam ini, selebihnya dia dalah gadis yang ceria, kuat, tabah, dan ramah. Kesedihan mendalamnya terjadi sekitar sepuluh tahun lalu  ketika kedua orangnya memutuskan bercerai. Saya pun merasakan betapa hancurnya dia kehilangan kehangatan keluarga yang telah menaunginya bertahun-tahun. Tapi saya salut pada dia yang begitu kuat menghadapi (hal yang menurut saya) bencana itu. Dalam luka yang sangat dalam dia menjadi penguat bagi kakaknya dan dua adiknya.

Hari ini dalam pelukan saya, dia kembali menangis dalam luka, tapi saya tidak mampu meneteskan air mata barang setitik pun, bukan karena saya tidak terharu, buka berarti saya tidak terluka. Saya terlalu terluka untuk bisa menangis di hadapannya. Segala rasa yang dia tumpahkan bersama lelehan seluruh air matanya mewakili apa yang tidak dapat saya luapkan lewat tangis.

“Aku tahu dia masih sayang aku seperti aku sayang dia, tapi dia memilih pergi. Aku juga tahu luka yang dia rasakan di sana saat dia memilih untuk pergi dariku dan memilih dia. Aku tahu seharusnya kubenci saja dia, tapi rasa sayangku menutup semua jalan benci.”

picture from here
If you press me to say why I loved him,
I can say no more than because
he was he, and I was I. 
~Michel de Montaigne~
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date