Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Antara Dia dan Mereka: Aku Diam


Saat itu beberapa tahun yang lalu, masih kuingat jelas mereka menghujatnya. Selalu. Di hadapanku. Aku memilih berdiam. Aku tanpa argumen, dan hanya geleng-geleng kepala kemudian berlalu.

Saat itu beberapa bulan yang lalu, masih kuingat jelas aku menyapanya. Hanya sekedar. Saat itu aku telah mengerti dia bukan yang akan hadir, bahkan sebelum dia hadir.

Dan mereka memohon kepadaku, demi sayang mereka padaku, untuk meninggalkan semuanya. Aku tanpa argumen, dan hanya geleng-geleng kepala kemudian berlalu, karena aku telah berlalu.

Aku tidak tersakiti, aku hanya memilih diam tanpa mengatakan apa yang sejujurnya kurasa.
Lebih dari sakit?
Mungkin iya, mungkin tidak.
Membuat menangis?
Maaf, aku tersenyum terlalu manis untuk mengatakan bahwa itu sebuah tangis.
Gundah atau kecewa?
Tak ada alasan kuat untuk mengatakan bahwa itu benar atau salah. Aku diam.

Pun aku tak mengatakan apa-apa pada mereka. Aku menjaga agar tak ada lagi hujatan, tak menambah lagi kekesalan. Terlebih, semua memang memilih untuk mengatakan apa yang terbaik. Aku pun masih memilih diam, karena dia dan mereka lebih tahu, lebih mengerti, lebih paham.

Dia akan mengerti bahwa aku tak pernah mencoba bermain, dengan cara aku mengabaikan semua yang mereka sampaikan padaku tentang dia.
Mereka pun akan mengerti bahwa aku tak pernah mencoba bermain, dengan cara aku memilih untuk percaya dia, meski sejengkal batinku ragu.
Selebihnya, aku diam.

Akan ada masa di mana semua hal menjadi sangat baik atau pun sangat buruk, lebih dari apa yang pernah kita bayangkan. Masa itu adalah saat kesadaran berada pada hati dan pikiran yang tepat. Masa itu tidak pernah datang terlambat, kita hanya harus menanti. (Naa)

I’m the heroin of my life, not the victim.

Pict borrow here!

Belajar dari Menangis

Menangis itu pilihan.
Percayalah bahwa air mata adalah hal yang sesungguhnya dipaksa keluar ketika seseorang memilih menangis daripada memendam segala perasaannya dan menampakkan dengan cara lain. Lalu apakah menangis adalah kesalahan? Tidak! Bukan! Menangis adalah sebuah cara untuk mengungkapkan titik yang memenuhi dada. Menangis adalah sebuah cara untuk menunjukkan pada dunia bahwa kekuatan tidak selamanya ditunjukkan dengan senyum.

Menangis itu pilihan.
Bagaimana seseorang akhirnya memilih untuk menumpahkan air mata yang merupakan ejawantah dari segala kebaikan yang disimpan dalam hati. Tidak ada yang mampu memaksa untuk menangis atau berhenti menangis. Orang tersebutlah yang telah memilih kapan ia akan menangis dan kapan pula ia harus menghentikannya.


Dan aku masih memilih untuk tidak menangis ketika yang nampak di depan mataku adalah kelemahanku sendiri. Aku memilih untuk membekukan segala air mata, yang bisa saja kutumpahkan, dan kulemparkan dengan senyum yang sejujurnya memang tidak jujur.


Merasakan sedang menangis, membuat hati terasa lebih terluka. Seharusnya ada hal lain yang bisa ditukar dengan air mata, namun jatuhnya air mata terkadang mampu meluruhkan segala galau. Maka, biarkan pilihan untuk menangis menjadi pilihan yang dipilih dan menjadi tepat bagi yang memilihnya.

Menangis. Pembuktian bahwa hati masih pada tempat yang tepat, bahwa hati mampu merasakan ketidaksempurnaan pada perjalanan yang ingin diraih. Bukan pula hati menjadi rapuh, tapi pembasuhan terhadap hati yang mungkin sedang dipenuhi lelah dalam melalui harunya hari.


Jika aku tanpa air mata bukan berarti aku tanpa hati. Aku sedang memilih untuk membiarkan hatiku belajar lebih kuat dari sebelumnya. Aku pun belajar untuk semakin kuat dan siap menjalani hariku.
 
If I adore someone doesn’t mean I can’t live without.

Pict from here!

Enough is Enough


Apakah kamu menyesal, ketika mengabaikan semua peringatan sahabatmu untuk meninggalkan seseorang yang kamu tahu memang bukan orang yang menjadi mimpimu, bahkan orang yang sempat kau benci kelakuannya, tapi kamu akhirnya mempercayai apa yang dia katakan padamu. Pastinya rasa sesal itu ada. Pastinya rasa sedih pun ada. Dan akhirnya kini kamu memang harus memilih untuk tidak peduli lagi pada apa yang dia suguhkan di depan matamu.

Mungkin terasa seperti kamu mengiba padanya untuk kembali. Tapi yakinlah, bahwa di hati kecilmu kamu telah tak bersamanya. Kamu sebenarnya telah lebih dulu menjauh, bahkan ketika kamu mengatakan bahwa kamu takut kehilangan dia.

Baiklah... Baiklah... Semua memang akan sedikit buruk pada awalnya. Akan ada rasa lemah yang menyergap kekuatan yang telah kamu kumpulkan sejak awal. Kamu akan sedikit memendam emosi yang tidak biasa. Kamu akan merasakan perubahan yang sedikit membuatmu mengakui bahwa harimu pernah dicerahkan. Kamu akan merasa ada yang berkurang ketika kamu mengawali harimu pada keesokan harinya.

Hanya sementara. Suatu hari, kamu akan dengan mudah tidak lagi ingat seperti apa dia memperlakukanmu, entah itu baik, atau bahkan sangat buruk. Kamu akan dengan santainya melenggang melewati jalan hidupmu.

Lalu apakah yang akan kamu lakukan ketika mendapati dia (mungkin) mengirim pesan dan menanyakan, “Kamu sedang apa?”
Kamu akan dengan ringan, membanting ponselmu ke samping dan berkata, “Ada hal lebih penting yang harus kuselesaikan.”
Atau “Membalas sms yang lain saja, yang ini bisa dibalas nanti atau besok.”

Hanya perlu sedikit waktu untuk mengembalikan tubuh, otak, dan jantungmu ke sistem permanen yang telah dibangunnya (oleh otak, tubuh, dan jantung) selama bertahun-tahun kemarin.

Hanya akan ada kamu dengan seluruh kotak yang kamu hiasi dengan senyum. Kamu akan tegak berdiri, tak peduli seberapa kuat badai menerpamu.

  When everything’s over, there’s no way back.
Pict borrow here

Ketika Lampu Telah Padam


Aku berjalan jauh. Sangat jauh. Mengayuh sebentuk sauh. Namun tak pernah kutahu entah di mana sauh itu akan kulabuh. Aku hanya tahu bahwa genderang hidupku memang telah ditabuh. Menjadi ruang-ruang tersekat yang kadang senyap, kadang gaduh. Lalu kutahu ada waktu untuk berkeluh dan mengaduh.

Biar saja. Biar kunikmati selaksa rasanya.

Setidaknya sampai hari ini aku masih berdiri. Aku masih punya harapan untuk bisa menari. Membiarkan senja dan pagi menjadi kotak yang setipis kulit ari. Pun mempercayai bahwa masih ada harapan yang mungkin Tuhan beri. Maka aku berjalan menembus onak dan duri. Mencari asa yang hampir aus dan lari.

Sebuah kejujuran, aku pun takut kehilangan.

Sampai saat ini, rasaku bertahan untuk hal mungkin absurd, mungkin hampa. Dan entah demi apa aku menutup mata dan telinga, mengabaikan semua suara. Seolah aku mampu bertahan ketika imaji terlontar begitu manis penuh gula. Aku terbawa. Aku percaya.

Beri aku ruang, beri aku waktu. Biar aku mencoba segala candu. Lalu akan kunyanyikan sebuah lagu. Lagu tentang pekat, senyap, tawa, haru, rindu, dan beku. Tentang aku dan kamu.

Aku masih tersenyum, membaca kembali semua harapan.
Aku masih tersenyum, mengingat semua kenangan.
Aku masih tersenyum, tersenyum, tersenyum, dan ikhlas.

Aku masih terjaga. Dalam gelap yang memenuhi kamar.
Menanti. Semoga dirasai dan dimengerti.




The trouble is if you don’t spend your life yourself,
other people spend it for you.
-Peter Shaffer-

Pict from here
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date