Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Is the Story Over?


Iya, aku baru saja patah hati. Tapi aku tidak tahu karena siapa hatiku patah.

Aku hanya seperti abai terhadap duniaku. Atau aku mungkin sedang kesal pada banyak hal yang sedang melingkupiku. Dan aku tidak bisa mengatakan apa pun pada siapa pun.

Satu sisi hatiku berharap mendengar suaranya tiap hari, satu sisi lainnya berharap orang lain mengerti bahwa aku tak ingin menyakiti. Tapi aku bisa apa. Aku tidak punya daya untuk membuat diriku nyaman.

Maka beginilah yang kurasa. Dan ini yang kulakukan. Mendengar, diam, dan menyimpannya dalam hati saja.
Sekali lagi, ternyata aku tidak pernah pandai untuk mengungkapkan rasaku.

Sungguh aku ingin segalanya berakhir. Berakhir baik dan menjadi bangunan mimpi yang indah. Tapi sulit untuk kuejawantah dalam kata maupun dalam rasa. Jadi biarkan saja aku tetap berdiam dengan segala yang tidak mampu kuungkap ini.

Kisah apa pun yang pernah terjadi, maka biarlah menjadi kenangan di benakku saja. Hanya akan ada aku dan segala yang tidak mampu kuungkap pada orang lain. Dan dunia masih berbaik hati untuk menerimaku dengan semua kekurangan dan kesalahanku.

Itu saja..


Everybody is identical in their secret unspoken belief
that way deep down they are
different from everyone else.
David Foster Wallace


Picture here

Tulisan Untukmu


Kau tahu, tulisan ini untukmu.
Aku juga tidak mengelak kalau aku memang sengaja menulis untukmu.

Aku hanya ingin kamu benar-benar tahu kalau aku tidak ingin memaksamu memberi perhatian atau apa pun lah namanya. Aku memang tidak berhak mendapatkannya. Dan aku sudah mencoba untuk tahu diri bahwa kamu tidak akan mau membagi bahagiamu denganku.

Setiap kali mengirim pesan padamu, aku harus selalu meyakinkan diri bahwa jawabanmu akan baik dan ramah. Tapi setiap kali itu juga aku merasa sangat kecewa. Pada akhirnya aku memang hanya mampu menghela nafas dalam dan berkata dalam hati, “Kau selalu baik-baik dan bahagia tanpa aku, selebihnya, aku bukan apa-apa.”

Aku juga tahu kok kalau aku bukan putri apalagi malaikat. Saya hanya orang biasa yang terlalu sayang kamu. iya, terlalu sayang. Sayang yang tidak pernah kamu percayai. Sayang yang tidak cukup membuatmu bertahan bersamaku. Sayang yang hanya membuatmu pergi jauh.

Kau tahu kenapa aku diam dan tidak membalas pesanmu dan mengatakan bahwa aku sakit? I guess you don’t!
Karena aku tahu, tanggapanmu tidak akan seperti kamu sedang menanggapi orang yang sakit. Ketika akhirnya kubilang “Aku sedang sakit” aku berharap setidaknya kamu bisa bersikap sedikit lebih ramah padaku, nyatanya sama sekali tidak.

Aku memang sudah seharusnya meninggalkanmu sejak kamu memilih menemaninya daripada pulang ke pelukan ibumu. Aku seharusnya sudah tahu diri menghadapi pesan-pesanmu yang bernada kesal dan jengkel tiap kali membalasku.

Kau sudah cukup bahagia, malah sangat bahagia. Semua perhatian dan rasaku tidak akan pernah punya arti bagimu. Semua perasaanku tidak akan pernah bisa kau lihat dan masih akan selalu kau pertanyakan.

Bahagialah! Itu hak-mu.
Tidak akan pernah ada gunanya meski milyaran kali kukatakan ‘Aku sayang kamu’. Hanya akan tertahan ribuan kilometer dari tempatmu berdiri dan tidak akan pernah kau raih.


Picture here

I Hope You Understand


Ibu sudah mengomel panjang karena jadwal makan saya yang buruk semenjak sakit. Sempat juga ibu mendapati saya sedang nangis di balik bantal. Hehehe..

Jawab saya, "PMS, Bu."
Alasan yang agak nggak masuk akal, tapi ibu berusaha percaya.

Akhirnya hari ini saya hang out nggak jelas dengan seorang teman lama. Niatnya saya mau curhat tentang apa pun, tapi yang akhirnya terlontar hanya, "Aku ingin makan banyak hari ini."

Di akhir makan saya mendapat ledekan, "Katanya mau makan banyak?! Nasinya masih sisa banyak, teh botolnya diminum nggak sampe separuh, strawberry float-nya sudah dibagi berdua pun masih nggak habis juga."

"Aku ketemu dia kapan hari," saya berkata cepat.

"Kamu bilang apa? Ulangi!"

"Apa? Bilang apa?"

"Oke. Kalian kemana saja, ngapain saja?"

Saya memilih tersenyum saja, tidak menjawab. Dan dia sudah terlalu kenal saya untuk tidak melanjutkan bertanya.

Ketika sampai di rumah dan memandang hasil dari 'ditemani' seminggu lebih membuat saya hanya bisa menangis dalam diam dan berkata dalam hati "Nedha nrima." (bahasa Suroboyo-an yang artinya terima kasih).

Saya jadi ingat perkataan teman saya tadi ketika saya mencoba menyesap strawberry float untuk mengalihkan pembicaraannya, "Kamu tidak mungkin tidak merasa sakit setelahnya kan?! Hanya kamu terlalu tidak pandai untuk mengatakan padaku atau pada siapa pun bagaimana sakitnya. Apa tidak cukup kamu menyimpannya sendiri?"

Uhuk! *Saya tersedak

Strawberry float itu langsung saya letakkan di meja dan dada saya sakit sekali. Entah karena apa.

Jika tulisan saya masih belum mampu menunjukkan seperti apa rasa saya, maka saya tidak punya cara mengucapnya dengan bibir saya. Jika apa yang saya lakukan tidak cukup membuktikan sebuah penghargaan yang lebih dari apa pun, maka saya sudah tidak punya apa-apa lagi untuk membuktikannya, kecuali nyawa. Dan sepertinya sudah pernah hampir melayang juga (dulu).

Saya (masih) akan menulis tentang apa pun termasuk dia. Saya punya hak (untuk bicara tentang hati dan perasaan saya) sama seperti semua foto yang telah diupload dan merobek hati saya.

Bukan tulisan untuk siapa pun. Bukan! Hanya untuk saya sendiri.
Terima kasih.

 
You,
Try to listen a song from Lady Antebellum -As You Turn Away- which make me can't help the tears drop for hours
 

The beginning of love is the will to let those we love be perfectly themselves.
-Thomas Merton

Picture here

Just Because I'm Wanita


Saya sebenarnya tidak suka menggunakan PMS sebagai alasan. Tapi, apa mau dikata.. Hehehe.

Kalau melihat cewek jadi aneh, apalagi sensititif nggak jelas, itu bisa jadi pertanda dia sedang PMS. It happened to me too! Beberapa hari terakhir jadi suka mewek nggak jelas, jadi suka merasa terabai (padahal memang diabaikan), jadi suka kesal, dan ternyata hari 'itu' datang juga.

Walau sejak dulu selalu mencoba berpikir kalau PMS bisa diatasi dengan hal lain, toh pada akhirnya saya sering kalah juga dan berkata "Mungkin ini efek PMS."

Seminggu terakhir, saya dibuat kesal dengan gosip yang beredar di tempat kerja. Dan (lagi-lagi) bikin mewek nggak jelas. Mewek bukan karena gosipnya, tapi karena merasa nggak mampu membuat diri sendiri merasa nyaman. Saya tidak suka cara mereka menatap saya, tapi saya harus menahan diri untuk tidak berkata "Lu pulang aja sendiri."

Baiklah... Baiklah... Saya akan memilih diam dan pura-pura baik-baik saja di hadapan mereka.

Komentar seorang sahabat saya, "Hobby amat jadi lilin. Padahal si Lilin nggak hobby jadi Amat." Saya tahu dia bercanda sekaligus menasihati, tapi wajah yang dibuat sok sinis itu membuat saya makin merasa kesal pada keadaan.

Lalu bagaimana dengan sms yang dikirim oleh sekretaris pribadi itu?

Yup, saya terlalu kenal dengan gaya sms seseorang. Jadi saya bisa langsung mengenali kalau sms itu dikirim langsung oleh si empu-nya nomer atau menggunakan tangan orang lain.

Lalu saya tertawa sambil nangis (ah, katakanlah saat itu PMS sedang pada puncaknya. Huuf...) Saya bukan orang yang dengan mudahnya dibohongi hanya dengan 3 kalimat yang entah ditulis oleh tangan siapa, padahal saya telah mengenal orang tersebut bertahun-tahun. Membaca dan mengenal cara smsnya sudah seperti makan nasi tiap hari. Kalau sampai ada orang lain yang menuliskan smsnya (sebut saja sekretaris pribadi) maka mata dan hati saya tidak bisa dibohongi.

Ah, sudahlah, saya memang sedang PMS ketika itu. Selebihnya, semoga saya tidak terlalu lama merasa se-kecewa sekarang.


The last...

Kepada atasan yang terhormat,
Saya terlalu pandai untuk ditanyai dengan berbagai hal semacam itu. Mungkin Anda lebih berpengalaman, tapi saya jauh lebih dinamis untuk menangkap maksud di balik semua pertanyaan itu. Terlepas dari jabatan Anda, saya salut dengan usaha 'menggali' info tentang saya. Maksud Anda jelas bukan untuk memperjelas bahwa gosip itu hanya sekedar gosip, tapi keinginan Anda untuk membuatnya terlihat nyata di hadapan semua orang. Silakan berpikir dan berusaha semampu Anda, tapi saya sudah sangat enggan menanggapinya. Anda telah berhasil membuat saya tidak nyaman dengan segala keikut-campuran itu, selanjutnya saya akan memilih diam.


It was one of those humid days when the atmosphere gets confused.
Sitting on the porch, you could feel it: the air wishing it was water.
-Jeffrey Eugenides


Picture here
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date