Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Work Things Out


Aku menahan semua rasa yang bergolak dalam dadaku. Iya. Antara marah, kecewa, sedih, dan exhausted.

Aku tidak minta untuk dipedulikan. TIDAK!!! Tapi aku juga nggak mau disudutkan terus menerus. Menjadi bagian dari bully-an yang melelahkan. Setidaknya, aku mencoba belajar dari sudut pandang orang lain. Hal yang mungkin tidak mereka pelajari, hal yang tidak mereka lakukan.

Kalau memang tulisan kali ini mau ditanggapi dengan seenaknya oleh orang di luar sana. SILAKAN!

Aku tahu mereka mencoba mempertahankan eksistensi apa yang mereka bangun di atas luka orang lain. Tapi asal tahu saja, tidak hal yang bisa dilakukan orang lain untuk eman padaku. Rasanya pengang telingaku mendengar orang-orang bilang [aku eman sama kamu] atau [kamu dieman tapi kok nggak ngerti] atau [kamu dieman, tapi malah eman sama aku] atau celoteh lainnya.

Cukup! Kalian nggak akan mengerti cara melindungi aku. Aku tidak selemah yang kalian pikir.

Apa kalian pernah mikir kalau bentuk eman yang kalian sodorkan itu malah membuatku makin hancur? Apa pernah kalian tanyakan padaku seperti apa rasaku mendapat perlakuan eman dari kalian? Akibat dari semua eman itu membuat aku jadi tersangka bagi kalian.

Sudahlah, berhenti berlaku seolah kalian yang menjadi pahlawan dalam hidupku dengan memberi perlindungan itu. Karena seperti yang kalian tahu, perlindungan itu akhirnya malah membuat aku terjebak dalam labirin yang bahkan tak bisa kalian urai dengan kemampuan kalian menjadi guardian angel bagiku. Aku lebih lelah melihat perlakuan kalian padaku.

Bukan aku tidak berterima kasih atas usaha kalian, karena (seperti yang kalian bilang) kalian juga merasa ‘sedih’, ‘terluka’, dan ‘sakit’ ketika mencoba menjadi pelindungku. Tapi maaf, aku tidak melihat rasa itu ketika semua bahagiamu terumbar dan dinikmati oleh siapapun.

Bisa kita hentikan semua ini?
Aku memang bukan orang yang selalu kuat dan tegar, tapi setidaknya jangan menjadi pecundang di hadapanku. Aku lebih bisa menerima penjelasan yang logis bukan dengan isyarat-isyarat. Bukan aku tidak peduli dengan apa yang kalian sampaikan secara implisit, tapi aku tidak mau salah tafsir pada apa yang kalian sampaikan. Jika memang tidak katakan ‘tidak’, jangan lantas mengatakan ‘ini tidak seperti yang kamu kira’.

Bisakah kita selesaikan semua ini?
 
*eman: perasaan ingin melindungi, mengayomi, menjaga.


picture from here
Chance is always powerful.
Let your hook be always cast;
in the pool where you least expect it, there will be a fish.

Karena Kau Tetap Berada di Sini


Pada awalnya aku tahu kau sibuk dengan lukamu. Sibuk mencari tahu bahwa ada hal yang mungkin masih bisa kau raih. Tidak sadarkah kau, tepat di sampingmu, ada malaikat yang tidak henti menemanimu. Bukan malaikat yang kuat dan perkasa, lebih nampak seperti peri kecil yang rapuh dan ringkih. Bukan peri yang mampu mendatangkan hujan, bukan peri yang bisa melukis pelangi, bukan peri yang sanggup terbang jauh, hanya peri kecil yang siap untuk selalu berada di sampingmu. Bersedia menjadi tungku saat kau kedinginan dan bersedia menjadi lilin saat kau butuh cahaya.

Kamu sebenarnya merasa atau tidak? Atau ini hanya rasaku yang bertepuk sebelah tangan? Atau aku terlalu berharap banyak? Atau memang aku salah kira sejak awal?

Sebenarnya aku tidak lagi tahu kenapa aku berjalan sampai sejauh ini untuk mencapaimu. Beriring denganmu, berjalan di samping bayanganmu, menjadi bagian dari alasanmu tersenyum. Tidak pernah ragu kalau kau akan tidak jujur. Hanya ada percaya, percaya, dan percaya. Karena aku percaya kita punya rasa yang sama. Selebihnya, kuharap takdir berbicara seperti asaku.

Terima kasih karena tetap berada di sini.

Memang aku tidak pernah mendapati sosok nyatamu di antara irisan bola mataku, tapi kau ada di sini. Berdiri di sudut yang sama, berdiam di ceruk yang sama. Belum ada yang berlalu bahkan setipis helai rambut.

Terima kasih karena tetap berada di sini.

Memang bukan berbagi rasa sepanjang usia, tapi cukup menyentuh hati lewat seutas tali mimpi. Berjabat erat dalam pusaran beliung yang kadang menelikung di antara debar dan samar.

Terima kasih karena tetap berada di sini.

Meski bukan untuk kujalani hingga akhir hayat, tapi kuresapi hingga kubangkit lagi. Cukup kusanjung dalam lebam yang membiru kaku. Keyakinan yang masih sama, bahwa aku menyimpan semua indahmu, indah kita, dalam pesona karya seni buatan Sang Mahadaya Cinta.

Kau mengerti apa yang sungguh tidak kuucap di hadapanmu. Kau telah membaca rasa yang kusalurkan lewat setiap hembusan napasku, lewat darah yang mengalir di sekujur tubuhku. Aku membiarkanmu hidup dalam kotak hatiku, pun kuharap engkau begitu. Aku menyimpan setiap lekuk pesonamu yang tertanam di mataku, pun kuharap engkau begitu. Dan kusyukuri keberadaanmu dalam hidupku, karena kau telah terendap sedalam-dalamnya tanpa terselam.

Terima kasih karena tetap berada di sini....dalam hatiku.

I owe this picture here!
Don't tell me the moon is shining; 
show me the glint of light on broken glass.  
~Anton Chekhov~

Melepasmu #2

Iya. Aku terkejut, shock, kaget, atau apalah namanya. Dia tidak pernah memberitahu tentang kepergiannya. Aku tidak tahu rasanya, antara sedih, marah, kecewa,bahagia, rindu, campur aduk. Walau hanya bisa diam sekian jam memandang detak jarum jam yang kuharap bisa berdetak 10 detik lebih lama (lebay..lebay..), jadi waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Kalau dibilang galau, ini lebih dari sekedar galau.
Huft.

"Kamu mau kemana?" tanyaku menahan tangis.

Dia menjelaskan dengan ceria, riang gembira, berbunga-bunga yang membuatku makin sendu, pilu, rindu. Dia ini sebenarnya tidak tahu atau pura-pura tidak tahu kalau aku setengah marah karena aku tahu dari orang lain.

Baiklah...baiklah... Aku memang akhirnya hanya bisa terkekeh-kekeh menutupi rasa yang meletup-letup antara haru dan ingin marah. Bagaimana pun, aku tak bisa memintanya menunda keberangkatan atau bahkan memintanya tidak berangkat.

Kebersamaan, keceriaan, tangis, tawa, kopi, bintang, langit dan semua pelukan saat gundah, masih akan terasa di tiap aku mengenang dia. Hati dan perasaanku tidak bisa tak terluka mengingat semua kenangan indah kami. Tidak akan ada waktu seperti dulu. Waktu tidak akan mungkin bisa diputar kembali ke masa lalu. Takdir sudah membawa jalan yang harus kutempuh. Sendiri.

Duhduh...mellow banget.
Welcome to Danau Galau!

"Kamu bisa pergi ke dukun kalau kamu kangen aku," katanya riang.

"Itu bukan kalimatmu!" Aku kesal.

"Hehehe... Iya. Aku pinjam dari seseorang. Toh, aku tak perlu bayar royalti untuk memakai kalimat itu."

"Oke. Fine. Jangan bikin aku makin mellow. Aku tak lagi bisa rindu padamu seperti dulu, kamu sudah jadi milik orang lain."

"Hehehe... Aku punya lagu pas buatmu: terlarang sudah rinduku padamu.*" (*syair lagunya Broery Marantika dan Dewi Yul yang direcycle beberapa penyanyi baru)

Aku sangat ingin menangis mendengarnya seolah tanpa beban di seberang sana. Padahal kami akan berpisah jauh. Terpisah oleh laut, gunung, dan hutan (masih lebay). Kenapa dia seperti tidak merasa sedih? Jangan-jangan dia sedang sedih juga, tapi menutupinya? Atau dia terlalu bahagia bisa bersama orang yang dia cintai, sehingga tidak merasa sedihku? Atau apa?

Aaarrgghh...
Hiks..

Aku tidak mau ingat hari apa dia berangkat. Tapi sungguh hari ini aku merindukannya sepenuh hati. Aku ingin menangis sejadi-jadinya mengingat dia. Semua kenangan bersama, indah, sedih, marah, semuanya. Kini tidak akan ada lagi senja yang jedanya kami gunakan untuk menikmati kebersamaan, saling menggenggam tangan erat, menikmati semilir angin yang mencoba menemani kami. Rinai hujan juga seperti tahu rinai rinduku yang menggebu (ini juga lebay).

Ah, aku tidak akan menangis. Aku hanya kalut melepas dia. Belum terbiasa sendiri tanpa dia. Baru beberapa saat kok.

Sms pertama dari dia membuatku tersenyum sekaligus terharu.
"I'm landing! Akhirnya aku merasakan apa yang kamu rasakan, the way u cry on a bus a moment after u got ur bus on ur way home. Aku merasakan sedihnya meninggalkan daripada ditinggalkan."



Sudut rindu, 17112011



end note: saya masih belum bisa menulis hal baru, jadilah memposting tulisan lama ketika melepas dia pergi.

picture from here
 It isn't possible to love and part.
You will wish that it was.
You can transmute love, ignore it, muddle it, 
but you can never pull it out of you.
I know by experience that the poets are right: love is eternal.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date