Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Dua: Tiga Puluh


Beberapa hari ini udara sedang agak tak bersahabat, panas, tidak turun hujan. Kipas angin dalam kamar selalu kupasang dengan putaran sedang ketika aku berada di dalam kamar.  Lumayan mengeringkan keringat yang membuat badan tak nyaman dan lengket.

Aku terbangun karena gelisah dan kepanasan. Tapi aku mendengar sesuatu yang yang amazing di luar sana. Suara hujan! Yup. Tidak deras tapi cukup menyejukkan.

Aku meraih ponselku, ingin menulis sesutau di quickoffice-nya. Setelah quickoffice terbuka aku malah jadi bingung mau menulis apa. Dan entah bagaimana, aku membuka folder images.

Aku kaget dengan apa yang sedang kulihat. Aku mendapati diriku sedang memandang foto aku dan dia. Sebegitu tidak-sadar-nya-kah aku? Foto yang sudah kulihat beberapa hari terakhir, masih saja belum bisa kuhapus.
Huft..

Yup.

Aku memang menulis berbagai hal nyinyir tentangnya, membuatnya khawatir dan getir, kadang pun aku menyindir dengan sangat satir.
But see! Look what I’ve done! I keep my mind to look-after the feeling inside.

Kalau memang aku membencinya, tidak mungkin sepagi ini aku merasakan haru sendu karena rindu.
Kalau memang aku menghapusnya, untuk apa masih selalu menulis tentang dia, tentang kami.
Kalau memang aku tak lagi peduli, kenapa harus ada perih melihatnya bersama orang lain.
Kalau memang aku baik-baik saja tanpa dia, untuk apa aku bertahan dalam penantian

Tuhan, kuminta satu hal pagi ini: tolong hilangkan perihku atas semua ingatan tentangnya dan hapus butir bening yang selalu hadir mengiringi rindu yang menyayat.





I see you standing over there
You look around without a care
I pretend you notice me
I look in your eyes and what you see
What If -Colbie Caillat-

Diam


Kau tidak usah mengatakan bahwa rasanya masih sama. Untuk semua.

Mungkin di satu sudut mata aku percaya, tapi di sudut lain aku punya banyak tanya. Entah tanya untuk siapa. Untuk Tuhan kah? Untuk kamu kah? Untuk diriku sendiri kah? Aku tak pernah tahu. Karena sekuat apapun kucari jawabnya, tak pernah kutemui jawaban pasti. Dan tentu saja semua berakhir dengan sebuah kesakitan yang menyatakan bahwa aku yang paling bersalah atas semua hal yang terjadi.

Entah mereka pikir aku seperti apa. Aku tidak pernah menganggap bahwa aku salah. Bukan tidak mengakui kesalahanku. Tidak. Sama sekali tidak. Tapi yang mereka lihat adalah aku yang selalu menyakiti, aku yang selalu jahat, aku yang selalu bikin masalah.

Apa lagi?

Aku memang diam saja. Lebih diam daripada diammu.

Aku diam mendapati bahwa aku yang mereka anggap menyalahi perasaan dan hati mereka. Apa mereka tahu kalau hatiku juga disalahi. Kapan? Jauh sebelum mereka datang dalam kehidupanmu, lalu kehidupanku. Aku tidak minta minta mereka masuk. Mereka yang ingin tahu siapa aku. Aku yang pernah punya kisah denganmu yang telah kau ceritakan pada mereka.

Aku diam mendapati aku yang tiba-tiba menjadi penjahat untuk hati mereka yang lembut dan tenang seperti air. Iya. Baiklah aku memang jahat. Aku tidak akan mengingkari apa yang mereka pikir dan lihat tentang aku. Semakin aku menyangkal akan semakin membuat mereka yakin bahwa aku memang jahat. Ya...ya...ya... kalau sudah jahat ya jahat saja.

Aku diam melihat semua hal yang tumpah ruah di depan mataku. Fine! Aku memang tak pernah punya hak atas apa yang kumiliki bersamamu. Aku tak pernah benar-benar nyata ketika aku berusaha menjadi baik. Tapi aku akan nampak sangat besar ketika sedikit kesalahan terlihat. Tertawa saja aku menutupi marah dan jengkel di dalam hati.

Kenapa aku diam?
Karena memang aku tak punya kata yang layak untuk membuat orang lain mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Karena memang aku tak berniat membuat mereka melihat aku yang mereka anggap berpura-pura di hadapan mereka.
Karena sahabatku bisa merasakan kebencian yang mereka tuang untukku dalam segala macam bentuk dan rupa.
Karena memang aku hanya bisa diam ketika aku tak bisa membela mereka di hadapan orang yang menyayangiku.
Karena kau terlanjur membenciku ketika sahabatku menyindir mereka di muka publik.
Karena aku memang tak bisa berbuat apapun ketika kau menilai aku yang paling bersalah dan layak bertanggung jawab atas apa yang tengah terjadi pada hidup mereka.

Seperti diamku menyimpan semua yang tak pernah kau mau tahu.




...................
Aku mencoba menghilang dari tawa yang slalu menyergap
Seperti bintang gemintang yang kerlap – kerlipya gemerlap
Aku terus terdiam tanpa kata – kata
Sedang semua asyik bermain dengan canda tawa
Kunikmati sendiri kesunyian dalam jiwa
Sedang semuanya terus menari – nari bersama bahagia
..................
(Diam tanpa Kata)



Menepi

Aku menutup mata, menyimpan semua senyumku bersamamu yang akhirnya hanya ter-back-up dalam keping-keping bulat kaku. Semua harus kucoba kuburkan dalam agar bisa kugali lagi.

Aku menutup mata, membiarkan semua gambarmu beredar di depan mataku. Semua bentuk senyummu, tawamu, bahagiamu tumpah ruah di depan mukaku.
Bersamanya. Senyumnya, bahagianya, tawanya.

Aku menutup telinga mendengar suara riangmu hilang. Membiarkannya berlalu bersama desau angin. Meski sempat kukatakan pada hatiku bahwa kurindu mendengar kau menyebut namaku, tapi aku tak akan pernah memaksamu mendengar celotehku.

Aku menutup telinga mendengar dendang lagu rindu. Menguatkan hati tentang kesendirian yang tercipta untuk jiwa dan ragaku.
Pun kututup telinga mendengar makian yang kutahu tertuju hanya padaku.

Mungkin kau memang tak pernah percaya bahwa aku sangat mempercayai semua yang kau katakan padaku. Saat itu.
Lalu kuberi yang kupunya. Bukan saja hanya karena kau yang meminta. Jangan pernah tanyakan penyesalan! Ini bukan tentang penyesalan!

Namun dengan ringannya semua terbawa angin musim kemarau. Mungkin bagi semua orang, aku mudah merasakan semua hal ini. Lalu melewatinya. Aku aku sudah pernah mati di antara hidupku.

Kuberitahu hal ini padamu: kau pernah membuatku hampir mati dan baru-baru ini aku sempat memutuskan untuk mengakhiri hidup.

Sekarang aku baik-baik saja. Setidaknya berusaha baik-baik saja membuat mereka tak lagi khawatir tentangku. Agar mereka tahu betapa berharganya mereka untukku, untuk hidupku.

Yup. Paling tidak kau memberi warna dalam hidupku, tak hanya senyum dan bahagia. Kau pernah membuatku menangis pagi buta karena kangen, kau pernah membuatku bangun dengan mata sembab karena menangis, kau pun pernah membuatku menjadi kurus. Terima kasih.

Baik-baiklah. Tuhan menjagamu dalam hangat mentari dan sejuk rembulan.
Jangan hiraukan aku. Aku masih berdiri di sini. Jauh darimu. Menikmati duniaku. Sendiri. Menepi. Menanti.



I like the idea of being alone.
I like the idea of often being alone in all aspects of my life.
I like to feel lonely. I like to need things.
-Robert Plant-










Jendela Hati

Solo,  16 November 2011
19:40

Menikmati segumpal dingin di teras rumah pembimbing thesis.
Menatap langit yang sedang menumpahkan semua air yang dikandung awannya.
Entah mengapa tiba-tiba sangat ingin melihat bintang bertaburan di langit Solo yang sedang menangis.
Begitu banyak asa yang tak tersentuh.

Terjajah jiwa dalam kepingan yang telah meleburkan koma dan titik.
Memaksakan diri menarik sebuah senyum di antara simpul yang mulai terikat di sepanjang sisi manusiawi.

Bolehkah kujabat erat senyummu yang jauh dari ragaku?
Ingin kurasakan hangat lewat untaian keramahan hatimu yang hilang termakan waktu.
Tak mungkin ada lagi senyum, tak mungkin ada keramahan.

Langit Solo masih menangis.
Menemaniku mencabut pisau sepi dari dada yang luka dan perih.
Menarik nafas dalam, menikmati aroma hujan memenuhi rongga dalam hati dan kepala.

Segala rindu biar luruh bersama hujan di jendela hatiku.




"When everything seems to be going against you,
remember that the airplane takes off against the wind, not with it."
- Henry Ford-


Tentang Kunci



 
A great marriage is not when the 'perfect couple' comes together. It is when an imperfect couple learns to enjoy their differences. -Dave Meurer, "Daze of Our Wives"-



She calls me and cries.

Seorang sahabatku menelpon dan menangis sesenggukan. Hampir aku tak bisa menangkap apa yang dia ucapkan. Hingga akhirnya satu kalimat yang jelas terdengar dan membuat aku seperti terlempar ke tanah berkali-kali dari atap gedung berlantai 15.

“Rozy menikah!”

Well! Aku shock! Speechless!

Iya. Sakit rasanya. Mungkin tidak akan pernah lebih sakit saat ini.

Hati wanita ibarat sebuah pintu bersegel yang tidak sembarang orang bisa memasukinya. Namun ketika ada yang telah memasukinya, akan sangat sulit mengusirnya keluar, karena kunci itu telah tergenggam.

Ketika hati wanita telah ada yang menggenggam, maka tidak akan mudah menyerahkannya pada orang lain. Itulah yang saat ini sedang terjadi. Meski waktu berjalan tanpa jeda, meski kisah pernah terjalin dengan banyak hati yang lain…tapi ternyata sakit itu sungguh masih terasa.

Sekuat apapun berusaha kuat dan tegar, sehebat apapun merasa tidak peduli lagi…tapi rasa terluka itu benar-benar menyayat sangat dalam ketika hari itu tiba.

Tapi menangis pun tak akan mengubah akad yang telah terucap. Ketidak-ikhlasan, kecemburuan, ketidak-relaan, dan semua perih-terluka biar hanya terbagi dengan Tuhan saja. Tuhan yang Maha Mengerti bagaimana hidup ini selanjutnya akan berjalan.

Sahabatku inilah yang dulu mengatakan padaku, “Cewek gak akan pernah bisa lupa sama cowok yang sudah buka ‘segel’nya.”




She’s right! Absolutely right!

Awas Satpam!

Yes we are [friends] and I do like to pass the day with you in serious and inconsequential chatter.  I wouldn't mind washing up beside you, dusting beside you, reading the back half of the paper while you read the front.  We are friends and I would miss you, do miss you and think of you very often.  I don't want to lose this happy space where I have found someone who is smart and easy and doesn't bother to check her diary when we arrange to meet.  ~Jeanette Winterson, Written on the Body, 1992



Akhir-akhir ini tiap kali ketemu satpam, di mana pun berada, di kampus, di rumah sakit, di terminal, di apotek, di jalan, rasanya masih pengen ngakak. Bukan menertawakan profesi satpam, tapi lebih pada ngakak karena ingat kekonyolanku dengan teman-teman.

Akhir September 2011, saat aku memutuskan resign dari tempat aku bekerja, seharian penuh aku dibuat menangis terharu karena banyak sekali doa mengalir mengiringi pengunduran diriku. Setelah puas dibuat menangis akhirnya dua sahabatku Binti Asofin, S.KM. dan Elok Sari Dewi, S.ST. (hey...aku menulis nama kalian lengkap dengan gelarnya lho, darl!) mengajakku menikmati malam di Kota Kediri, itung-itung sebagai acara perpisahan.

Seperti biasa, kami akan mengajak beberapa mahasiswa kami ketika melakukan petualangan. Dan kali ini yang berhasil kami culik hanya 1 orang yaitu Tari, yang bernama lengkap Agustina Tri Lestari, yang dengan sangat bangga menyebut dirinya dengan nama Imin atau Imel, yang akhirnya terkenal di kampus dengan nama Tarimin.

Rencananya malam itu kami akan makan, nonton, dan karaoke.

TKP I
Baiklah mari kita menuju tempat makan favorit, karena perut sudah bermain marching band sejak kami masih di jalan. Akhirnya kami makan di lesehan nasi uduk yang sering kami kunjungi. Karena si Tarimin ini doyan makan banyak, jadilah kami memesan porsi makan yang tidak biasa (baca: jumbo). Kami makan dan mengobrol ngalor-ngidul sampai akhirnya tersadar masih ada banyak tempat yang harus dikunjungi.

TKP II
Berhubung kami merencanakan nonton film midnight maka sebelum ke bioskop, kami memilih untuk menghabiskan waktu di Kediri Town Square.

TKP III
Saatnya nonton! Kami sudah menyiapkan banyak cemilan untuk menikmati acaa nonton kami malam itu. Begitu sampai di pintu masuk bioskop kami sempat kaget karena sepi dan pintunya pun tertutup rapat. Kami pikir memang belum waktunya buka. Akhirnya kami berfoto di depan cermin besar di dekat pintu masuk. Ketika sudah puas berpose seorang satpam menghampiri kami.

“Oke, tanya sama pak satpam jam berapa bioskopnya buka,” salah satu dari kami bicara.

Ketika baru saja akan bertanya, satpam itu sudah lebih dulu memasang muka masam dan berkata galak,
“Mbak, dilarang foto di sini! Sampean hapus semua foto-foto tadi!”

Kamera yang kami gunakan adalah kamera digitalku, yang saat itu dipegang Binti. Begitu mendapat bentakan seperti itu, Binti dengan sangat cerdas (horeeeee....) membuka tutup baterai dan menekan baterainya keluar (untungnya baterai kameraku ini Li-Ion) dan berkata, “Sudah, Pak. Kalau ini dilepas semua foto sudah terhapus.”

Kami ngakak menuju area parkir.
Dan yang lebih membuat kami ngakak lagi adalah ketika Tarimin dengan polosnya bertanya pada Binti,
“Mbak, memangnya kalau baterainya dilepas fotonya bisa hilang semua ya?”

Kami yang tadi ngakak gara-gara ngerjain satpam, sekarang malah tambah ngakak mendengar Tarimin.

Dasar Tarimin!






Dan jadilah acara kami malam itu gagal total, karena bioskop itu ternyata sedang tidak beroperasi dan tempat karaoke yang biasanya juga tidak bisa dikunjungi. Tapi paling tidak sedikit menghilangkan sesakku setelah menangis seharian. :)
Love u all as alwayas. Miss u much.







Kami Pernah Gila


Most of us don't need a psychiatric therapist as much as a friend to be silly with.  
Robert Brault

”Hunn, do you remember this?”

Sebuah foto jadul tiba-tiba muncul di twitter. Herlina mengirimkan sebuah foto lama. Foto itu bukan hasil fotografer terkenal apalagi handal. Hanya sebuah foto sederhana tentang kegalauan seorang mahasiswa yang sedang dalam proses menulis skripsi.

Dalam foto itu, aku terlihat sedang tidur di atas tumpukan beberapa skripsi.
Hahaha
Lalu jadi ingat kalau salah satu dari foto-foto yang kami ambil hari itu, aku jadikan picture administrator di PC rumah.

Itu foto diambil di perpustakaan fakultas. Perpustakaan yang selalu kami cela, tidak nyaman, tidak reperesentatif, bukunya jadul, petugasnya cuek dan galak, dan celaan lain-lain.

Tapi tentu saja pose tidur itu hanya pura-pura. Kalau berani tidur dalam perpustakaan, bisa-bisa dilempar keluar sama si ibu penjaga perpustakaan. Apalagi tidak mungkin aku (2,5 tahun) yang lalu punya skripsi sebanyak itu. Tentu saja itu skripsi pinjaman dari perpustakaan.
Hahaha

Foto itu sebenarnya tidak melibatkan Herlina sama sekali, yang ada saat itu hanya aku dan Elfira dan juga Nieke. Dan aku lupa bagaimana bisa Herlina punya foto itu, padahal aku sudah lupa menyimpannya di mana.

Ternyata banyak kegilaan yang kulakukan saat itu. Dan aku merindukan tawa, canda, dan kegilaan bersama mereka.

We are Amazing





 All people want is someone to listen
Hugh Elliott


(about mr. I Know U)

Di antara semua tangis, tawa, cerita yang terjadi pada kami, mungkin saat itu adalah awal mula dari semuanya. Aku yakin dia masih mengingatnya sejernih aku mengingatnya. Bahkan munkin dia lebih ingat daripada aku, karena itu kisahnya.

Secara tak langsung kami memberinya judul ‘Curhat Berbantal Kaos Kegiatan’

Kisah ini terjadi medio 2007. Sudah 4 tahun lebih ya ternyata. Hmm...
Sebagai aktivis kampus yang bertanggung jawab (bahasa yang sedikit menakutkan), kami punya tugas mulia menyambut kedatangan adik tingkat kami. Saat itu pula kami akan sering melakukan kegiatan diskusi, planning, editing, revising, bahkan tidur massal di sekretariat.

Semua teman telah pulas dalam selimut bekas spanduk, banner, terpal..tinggallah kami berdua yang masih terjaga. Aku lupa saat itu kami sedang mengerjakan apa.

“Kamu gak mau cerita sama aku?” tanyaku tiba-tiba.
“Cerita apa?” jawabnya. Dengan ekspresi bingung.
“Wajahmu terlalu jelas menggambarkan masalah.”
“Hahahaha,” dia ngakak. Mengusap kepalaku. Aku ikut ngakak.

Saat malam sudah melewati tengahnya, aku mulai kelelahan dan berusaha meraih apapun yang bisa kugunakan sebagai bantal. Yang saat itu kami temukan adalah tumpukan ratusan kaos kegiatan yang akan dibagikan kepada mahasiswa baru beberapa hari ke depan.

Ketika aku mulai berbaring, dia tiba-tiba minta berbagi bantal dan menunjukkan agenda yang selalu dibawanya kemanapun dia pergi. Memintaku membaca tulisan di agenda itu. Sumpah, aku tak paham apa yang tertulis di situ. Lalu dia menunjukkan tulisan yang lain. Dan masih saja aku tak paham.

Lalu dia menjelaskan tentang pertengkarannya dengan pacarnya. Oh, itu inti dari dua tulisan tadi, dan itu tulisan si cewek. Tapi masih saja aku tak paham (maaf).

Aku saat itu memang masih begitu bodoh tentang hal yang mereka sebut dengan cinta. Cinta itu kalau diibaratkan barang akan menempati posisi, barang tersier, barang mewah. Aku masih sangat tomboy saat itu. hingga adik tingkatku punya julukan padaku ‘feminin yang tomboy’

“Sudah, tidurlah. You must be tired,” dia bangkit dari sampingku. Mengusap kepalaku.
Everything’s gonna be fine then,” seruku sebelum menutup mata dan sesaat sebelum dia beranjak keluar dari sekretariat yang penuh dengan pindang panitia penerimaan mahasiswa baru.

Yeah, officially, mulai hari itu kami bersahabat baik.
Dan masih saja kami (jika sempat) tertawa jika mengenang kejadian saat kami masih sangat muda itu.


PS: I miss u

Aku yang Aku #Mulai Lelah





Can you feel me when I think about you?
With every breath I take
Every minute, no matter what I do
My world is an empty place
Like I've been wandering the desert
For a thousand days
Don't know if it's a mirage
But I always see your face, baby
-Selena Gomez-


Ingin sekali bisa selalu menulis di sini. Iya. Di sini. Mencurahkan semua rasa yang teraduk di dalam sana. Inginnya aku menulis sesuatu yang indah, berbunga, bahagia, bercahaya.
Tapi sungguh aku belum mampu. Masih banyak hal membuatku selalu menulis rasa-rasa ini.
Benar. Rasa sedih, kecewa, terluka, sakit, perih, marah, kesal. Keluhan, kesedihan, kelukaan.

Tak mengertikah kau?
Aku sungguh lelah berlaku seperti ini. Aku lelah karena setiap saat aku merasa semua ini sendiri. 
Nyaris gila, kadang.
Jika aku mampu, aku ingin membuat semuanya menjadi benderang.
Tapi harus dengan cara bagaimana?
Beri tahu aku harus dengan apa aku mengubah nada dan warna tulisanku.

Sungguh aku sangat lelah menjadi seperti ini. Tapi ini bukan inginku. Aku tak pernah mau seperti ini.
Dan aku lelah berpura-pura pada seluruh dunia bahwa aku baik-baik saja. Karena pada kenyataanya, kita yang pernah menuliskan cita-cita membumbung, kini telah rebah. Semua sudah hancur, lebur tersapu angin dan terbawa aliran hujan.
Aku hanya pernah singgah dan menemanimu bercakap tentang masa depan yang indah. Kau tak pernah benar-benar ingin aku ada.

Maaf jika aku sadis. Lebih baik begini kan?!
Kau telah tanamkan dalam hati dan otakmu bahwa aku tukang mengomel yang tidak mengerti apapun.
Oke. Fine then!
Ini yang kau mau lihat. Karena kebaikan apapun tak pernah nampak bagimu.

Lalu biar aku merebah. Bersandar sejenak.
Kuharap bintang terima kisahku dan ijinkan aku berlabuh sesaat.
Karena sulit berlabuh pada dermagamu.



Aku yang Aku #Aneh




Kalau ada yang bertanya, “Siapa orang paling tidak normal?” pada saya. Maka akan dengan bangga saya jawab, “Sayalah orangnya.”

Setelah ngobrol dengan seorang teman kost sewaktu jaman kuliah dulu, aku teringat sesuatu. Aku dan mbak kostku itu adalah penggila film. Kami akan nonton film sampai larut meski besok kami harus kuliah atau kerja. Kami sering diskusi tentang banyak film yang sedang rilis, yang baru saja kami tonton, ataupun yang trailernya sedang muncul di awal film yang sedang putar di bioskop. Film yang benar-benar kami sukai adalah The Devil Wears Prada. Selebihnya selalu ada pro-kontra. Dan kami tak pernah pergi bersama untuk nonton di bioskop.

Lalu apa anehnya?
Oiya...lupa...hehehe

Ketika tahun 2009, dunia gempar dengan sebuah film (yang menurut banyak resensi film) fenomenal, aku benar-benar tidak tersentuh sama sekali. Teman-temanku menonton beberapa kali di bioskop, teman yang lain selalu membicarakannya di jejaring sosial dan di lorong kampus. Sedangkan aku (yang dapat filmnya dari mengcopy teman) merasa biasa saja menontonnya. Tak ada kesan hebat, spektakuler, wonderful, bahkan nice pun tak keluar dari aku sebagai pujian untuk film itu. Film itu adalah Twilight yang sekarang bisa di download di sini atau di sini.

Bahkan dua sekuel berikutnya pun tak mampu menggugahku untuk mengatakan bahwa film yang ditonton seluruh masyarakat dunia itu bagus di pandanganku. Hash. New moon? (download ini atau ini). Eclipse? (download ini atau ini). Sangat tidak menarik buatku yang penggila film tanpa peduli genre.

Dan yang sekarang sedang booming banget adalah drama Korea. Aaarrrggghhh! Ketika seluruh masyarakat Indonesia sedang tersihir oleh kegantengan atau kecantikan pemainnya, aku tidak. Sama sekali tidak berminat untuk menontonnya. Ketika TV seluruh orang Indonesia berada pada channel yang sedang menampilkan drama Korea, mungkin hanya TV di rumahku yang menonton saluran lain. Hehehe

Tapi aku pun pernah menyukai drama Korea; Jewel in the Palace (downlod sini atau sini) dan Princess Hour (downlod sini atau sini). Hanya dua drama itu yang benar-benar kutonton dan menurutku adalah drama Korea yang paling bagus.

Sudah menemui keanehanku?

Foolishly Morning Rain


Hujan pagi luruh di langit abadi.
Membasahkan bumi dan hati rindu.
Kunikmati secangkir dingin yang memenuhi langitku.
Membawa anganku padamu yang jauh tak tersentuh.

Sudah lama aku berdiam di antara titik dan riuh air.
Menggenggam selaksa rindu yang entah untuk siapa.
Membiarkan debar halus yang telah lama ada.
Tanpa peduli bagaimana rasa itu tercipta atau mungkin sirna.

Aku masih berdiri di sudut yang sama.
Sudut yang mengantarkanku menjadi kosong.
Sudut yang menarikku ke dalam hampa dan sunyi.
Seperti warna langit yang kelabu tertutup awan.

Mereka tak pernah tahu bagaimana aku mencoba berlari.
Bertahan dalam puing yang perlahan menjadi debu.
Aku tersungkur ke dalam liang yang pekat dan sesak.
Dan aku tak ingin menyalahkan mereka atas ketidakmengetian ini.

Hujan pagi perlahan memelukku erat.
Menyadarkanku bahwa aku memang terabai.
Bukan oleh kamu, mereka, ataupun dunia.
Cukup aku sendiri di antara perih yang membuih.



The sand loves when the waves come  
The sky can't wait for the light of the sun  
So how could you look me in my eye  
And not see what, what I feel inside? 
Tell me, how could you doubt the fact that I 
Love you, I love you
-Alicia Keys-
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date