Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Sekilas tentang Profesor

Saya terima pertanyaan di YM dari seorang teman SMA tentang apakah saya akan menikah. Saya nyengir saja menerima pertanyaan dia seperti itu, sambil mengamini dalam hati. Lalu melempar pertanyaan pada diri sendiri, “Mau nikah sama siapa?”

Teman saya ini ternyata hanya tebak-tebak berhadiah, karena dapat kabar dari keluarganya di rumah bahwa dia terima undangan pernikahan dari seorang temannya. Dia mengira saya yang sudah mengirim undangan pernikahan, karena rumah kami terbilang lumayan dekat dibanding teman-teman SMA yang lain. Cukup saya amin-i saja.

Kami tidak terlalu kenal baik saat SMA dulu. Awal saya tahu ada dia SMA saya, karena ibu cerita bahwa alumni dari SMP tempat ibu saya mengajar, ada yang satu sekolah dengan saya. Ibu tahu bukan karena dia mantan murid ibu, tapi karena ibu saya kenal dengan ibunya. Tapi kami tidak pernah benar0benar kenal, karena kami kami tidak pernah sekelas sejak kelas 1. Maka kami cukup tahu nama saja. Yang paling saya ingat adalah dia mendapat julukan ‘profesor’ dari teman-temannya dan akhirnya menyebar ke seluruh angkatan, karena dia berkacamata tebal dan tentu saja pintar dalam bidang exact.

Entah bagaimana ceritanya saya tidak pernah benar-benar tahu kalau dia pernah naksir saya. Saya hanya tahu ketika teman-temannya menggoda dia kalau kami sempat papasan. Sekali pernah dia mengobrol dengan Yudha, teman sekelasnya yang kebetulan teman Pramuka saya, ketika saya lewat masuk ke sanggar Pramuka. Yudha tiba-tiba nyeletuk, “Ya, profesor ndredeg lho lihat kamu.” Saya pasang tampang super duper innocent dan sedikit jutek. Si profesor malah pasang tampang datar saja di samping Yudha yang cengar-cengir.

Kejadian tidak sekali itu saja, pernah beberapa kali Yudha atau teman yang lain menggoda lagi. Saya masih dengan pertahanan diri yang sama, pasang tampang jutek. Pikir saya, si profesor lho tidak pernah macam-macam, ketemu saya juga adem ayem begitu, pasti ini semua hasil keusilan teman-temannya saja.

Beberapa tahun kemudian di sebuah acara di SMA, saya bertemu lagi dengan profesor dan kami tidak terlibat obrolan apapun kecuali hanya bersalaman ketika di awal bertemu. Sama seperti yang kami lakukan pada teman yang lain.

“Profesor masih salah tingkah ketemu Asmara.”
Saya hanya tertawa saja menanggapi omongan Yudha, sambil membenarkan dalam hati tentang salah tingkah itu. Tapi tidak pernah membenarkan bahwa salah tingkah itu karena saya. Kalau saja Yudha belum hijrah menjadi sosok ikhwan yang mulai alim, pasti saya sudah menoyor kepalanya seperti jaman kami SMA dulu.

Terlepas dari apakah benar si profesor pernah naksir saya atau tidak, hubungan kami masih baik sampai hari ini. Kami berteman di beberapa jejaring sosial, tetapi hubungan kami tetaplah hubungan yang canggung dan kaku, bahkan cenderung dingin.

Biarlah semua seperti ini saja. Toh, kami tetap berteman dan tidak putus silaturahmi.




gambar dari sini
"I wanna know what it'd be like
To find perfection in my pride,
To see nothing in the light
But turn it off, in all my spite,
In all my spite, I'll turn it off."

~ Turn it off – Paramore~

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date