Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Do They Know?

Selamatan satu tahun mbah putri saya rasanya jadi hal yang aneh untuk saya. Aneh karena bapak saya yang merupakan anak sulung dari beliau malah seperti tidak diorangkan. Saya malas dengan masalah ini karena sudah sejak lama (bahkan mungkin sejak saya masih bayi) ketika saya dianggap tak kasat mata oleh keluarga dari bapak saya. Bapak saya yang merupakan anak sulung, dituntut untuk bisa mikul dhuwur mendhem jero. Semua mata memandang bahwa bapak saya yang harus bertanggung jawab pada semua hal yang terjadi pada keluarganya dan adik-adiknya. Padahal seringkali bapak saya tidak dilibatkan dalam banyak hal yang menyangkut keluarganya.

But see!

Bahkan ketika selamatan satu tahun mbah putri saya (ibu dari bapak saya), bapak saya tidak diberitahu. Bapak saya hanya diundang sebagai tamu yang harus menghadiri selamatan pada malam harinya.

Saya kesal!
Iya saya benar-benar kesal pada mbah kakung saya (bapak dari bapak saya). Beliau sepertinya tidak pernah suka pada saya sejak saya kecil, tapi berulang-ulang ibu selalu bilang “Mbah kakung sayang padamu kok, hanya saja cara menunjukkannya berbeda daripada ke sepupu-sepupumu.”
Huft... dan ketika waktu berjalan hingga hari ini, selalu bapak saya yang (di)salah(kan) atas semua hal, selalu keluarga kami yang terlihat buruk di mata penduduk desa.

Saya ingat, beberapa tahun kemarin ketika bapak berencana membeli mobil degan terlebih dulu membangun garasi. Mbah kakung saya, sebenarnya bukan dengan nada satir, berpesan pada saya
“Maturo bapakmu, timbang duit digawe tuku mobil luwih apik digawe tuku lemah. Lemah iso didol maneh, regane ora mudun, nek mobil rusak didol ora ono sing tuku.”
“Bilang pada bapakmu, daripada uang dipakai untuk beli mobil lebih baik dipakai untuk beli tanah. Tanah bisa untuk dijual lagi, harganya tidak turun, kalau mobil rusak dijual siapa yang akan beli.”

Saya patuh saja, meski hati saya jengkel juga diberi pesan seperti itu. Kesannya beli mobil itu dosa besar yang tidak boleh dilakukan oleh bapak saya. Toh, itu uang bapak saya sendiri, uang halal, hasil menabung bertahun-tahun di samping menyekolahkan saya dan kakak saya sampai ke perguruan tinggi.

Saya pun kadang kesal pada om-om saya (adik-adiknya bapak) yang seringkali tidak bisa melihat segala hal dari sudut pandang orang dewasa. Mereka mendengar apa yang diomongkan orang dan kemudian ditelan mentah-mentah.

Ah, saya tidak membenci mereka. Sama sekali tidak!
Saya hanya jengah melihat pemandangan yang disuguhkan di hadapan saya oleh keluarga saya sendiri. Orang-orang yang darahnya sama mengairnya dengan darah yang mengalir pada tubuh saya. Tapi entah mengapa beliau-beliau punya pikiran berbeda dengan saya. Meski saya sering kali apatis dan skeptis, tapi saya berusaha untuk tidak menelan mentah-mentah apa yang saya dengar atau saya lihat.

Saya memang tidak menyukai perbuatan mereka, tapi saya menyayangi mereka.
Dengan cara saya, dengan warna saya.

pict source
You know that when I hate you, it is because I love you to a point of passion that unhinges my soul.
Julie de Lespinasse



0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date