Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Could the Wall Hide Sadness?


Saya tak tahu apakah benar rasa iri yang saat ini memenuhi pikiranku. Mari diurai satu per satu apa yang terjadi sesungguhnya, karena saya tak pernah bisa mengungkapkan secara langsung tentang ini semua.

Dulu saya diminta untuk berjanji tidak melukai hati seseorang, karena dia telah sangat terluka di tahun itu. Saya menyanggupinya karena saya pikir, saya akan mampu bertahan dan dia terlalu baik untuk saya sakiti. Tapi apa yang saya dapat? Saya yang terluka, hancur lebur, remuk redam ketika hadir beberapa orang yang baru dikenal dalam hitungan hari. Yang saya tahu satu orang yang berasal dari kotanya, satu orang teman seangkatan adiknya, yang seorang dia kenal dari sebuah program.

Saya sakit? Tak terperi rasanya!

Baiklah saya membiarkan jalan saya seperti itu. Saya mungkin memang tak terlalu pantas untuk diajak berjuang bersama ataupun diperjuangkan. Saya membiarkan jiwa dan raga saya sakit sesakit sakitnya.
Namun pada akhirnya saya mendapati hal lain. Dia telah memilih seseorang dan dengan tangis pilu saya mendendangkan sebuah larik lagu...Tuhan, aku berjalan menyusuri malam setelah patah hatiku. Aku berdoa semoga saja ini terbaik untuknya. Saya hancur untuk kesekian kalinya, karena terpaksa mendapati hati saya tercabik, terkoyak.

Ketika semua kembali abu-abu, maka jalan dibukakan kembali. Saat itu saya berpikir, mungkin ini adalah jalan yang Dia kirim untuk menuntaskan sakit dan menjawab doa-doa. Dalam sebuah catatan saya baca bahwa janji yang dia minta pada saya di tahun sebelumnya dia mintakan pada seseorang pula. Tapi kali ini saya belajar untuk lebih percaya. Percaya yang sangat mendalam! Percaya bahwa akan ada ujung dari penantian saya.

Dalam kepercayaan yang saya bangun sendiri, saya pun merasa sangat terluka. Inikah bahagia yang saya tunggu namun saya melukai orang lain yang juga sangat menunggu? Haruskah saya relakan membuang bahagia ini demi orang lain? Ataukah saya bertahan dan membuat orang lain menangis?

Bimbang yang belum mampu saya jawab, akhirnya terjawab oleh sebuah kalimat yang (sebenarnya bisa saja) membuat saya ingin membunuhnya ...kami dekat lagi setelah kami berpisah... Kalimat yang terucap sesaat setelah status hidup saya berubah total. Kenapa pengakuan itu terucap saat itu? Sempat terlintas dalam benak saya bahwa saya akan kembali terbuang.

Benar saja. Kali ini yang saya rasakan lebih dari sekedar terbuang; saya tercampak, terlempar, tapi saya tidak pernah menganggapnya teraniaya ataupun terdzalimi. Bagi mereka yang tidak tahu, mereka akan dengan mudah mengatakan bahwa saya terlalu berlebihan menanggapi hidup saya ini. Mereka tak pernah ada di posisi saya, mereka tidak merasa apa yang saya rasa, mereka tidak melihat apa yang saya lihat, mereka tidak mendengar apa yang saya dengar, satu hal juga mereka tidak mempercayai apa yang saya percayai.

Saat ini saya sangat ingin memeluk seseorang yang bisa membuat saya tenang dan menghalau iri hati saya. Tapi sejak saya memutuskan menutup mulut saya untuk tak berkisah pada siapapun, saya akhirnya tak punya seseorang yang mampu memeluk saya dalam keadaan seperti ini. Lalu saya bisa apa selain tetap bertahan dalam sisa hati yang bahkan tak genap seperempat.

Saya sedang sangat iri, karena bukan saya yang diminta untuk menemani menjalani takdir. Saya iri karena hidup saya yang telah berubah, tak mampu membuat mata (hati) seseorang terbuka. Saya iri, karena saya akhirnya benar-benar harus memulai berjalan sendiri dalam gelap-pekat dan meraba-raba.

I easily told everyone that they still have God to share-with. But in fact, I've been so far away from God. It's a shame to ask God to forgive my sins. I'm not a liar, I just couldn't tell everyone about this kinda feeling. They won't understand what really happened to this uncontrollably situation. This insane they just gave to me makes me fear. I'm hardly ever stand in the fake grin. And know, I'm trying so hard to enjoy my solitude. I'm a solitary lover.

Saya masih iri, karena bukan saya yang diminta untuk berjalan mengarungi takdir sampai di ujung sana. Entah mengapa rasa iri itu tiba-tiba hadir saat saya sedang dalam kondisi fisik  yang sangat buruk. Saya iri pada hal yang tak pernah mampu saya lihat, karena ketika saya melihatnya akan tampak lebih menancap. Saya iri pada takdir yang berlaku berbeda pada saya.

Saat ini saya hanya mampu menatap dinding. Berharap dinding mampu menyembunyikan segalanya. Biarkan dinding menyembunyikan raga saya agar tak lagi nampak dan melukai semua orang yang saya sayangi.


The walls we build around us to keep out the sadness also keep out the joy.
~Jim Rohn~






0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date