Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Melepasmu


Recently, saya sedang kehilangan selera menulis. Bukan karena tidak ada hal yang bisa saya bagi –saya mengalami hari yang penuh cerita, sebenarnya-, tapi sedang tidak ingin menuliskannya saja. Namun saya ingin memposting sesuatu di blog. Maka inilah hasil saya membongkar file lama. Honestly, saya lupa kapan tepatnya saya menulisnya. Tapi jelas tertulis bahwa saya menulisnya sesaat setelah ‘merelakan’ kepergiannya di bandara.



Dalam pandangan mataku, aku seolah melihatmu dengan semua barang bawaan itu. Batinku, “pasti berat deh tas itu”. Tapi aku memilih untuk tidak menanyakan tentang apa saja yang kau bawa. Aku tidak mau meratap sedih karena mengingat kalau dia yang membantu packing, bukan aku. Ugh, nyesek banget rasanya. Aku pun tidak mau makin kesal padamu karena tidak memberitahu keberangkatanmu yang sekarang. Baiklah...baiklah...aku tidak mau terisak-isak menemanimu menunggu boarding yang tidak lebih dari 20 menit lagi.

Aku menenangkan hatiku dengan mencoba melemparkan sebuah candaan. Olala...pasti candaanku garing, renyah, dan crispy banget. Terbukti kamu tidak menanggapinya dengan tawa lebarmu yang biasanya. I’m a bad joke maker, aren’t I? Atau mungkin karena kamu ada di tempat umum? Atau karena ada dia dan beberapa temanmu lainnya? Atau karena kamu tegang akan naik pesawat? (I don’t think so, ‘cuz you used to in this way).

Mungkin aku terlalu mellow saja dengan keberangkatanmu yang sekarang, meski ini bukan penerbangan pertama bagimu. Bagaimana tidak mellow...beberapa kali kamu melepasku di terminal selalu sukses membuat mataku memerah di dalam bus karena sudah rindu padamu. Padahal hanya perjalanan darat yang singkat saja. Menulis ini saja aku sudah berlinang-linang. Bukan karena kamu akan pergi jauh, tapi karena aku merasa menjadi orang yang tidak benar-benar kau inginkan untuk mengucapkan selamat tinggal. Aku terkesan memaksa untuk bisa mendapat perhatianmu sebelum berangkat dan mengucapkan selamat tinggal.

Aku telah merindukanmu berkali-kali, selalu dan selalu, dan akan merindukanmu lagi setelah kepergianmu kali ini. Aku bahkan merasa telah kehilangan akal sehatku karena tak mampu merindukan diriku sendiri. Dalam ketidakwarasanku, aku berharap bahwa kau mungkin bisa sedikit berbagi resep, obat apa yang harus kuminum ketika aku mulai rindu. Kau tahu, aku tidak mau ke dukun –seperti saranmu dulu- untuk membuat seseorang menjadi rindu padaku. Aku lebih suka menimpuk orang itu dengan sepatu agar orang itu paham kalau ditimpuk sepatu itu sakit rasanya...padahal rindu lebih dari itu sakitnya.
Huft...

 Ini akan menjadi rindu yang luar biasa mendalam bagiku, karena saat kepergiannmu aku tidak benar-benar ‘ada’ bersamamu, dan aku tidak mampu memberikan sebuah pelukan hangat –seperti yang biasa kamu berikan padaku di ujung perjumpaan kita- karena kau telah bersama dia. Yang paling parah adalah aku menyadari rinduku padamu sudah terlarang.

[Aduh...aduh...kenapa mataku malah semakin kabur... air matanya tidak mau berhenti. Sepertinya tulisan ini harus kuhentikan sebelum tulisannya menjadi kacau. Anyway, thanks a lot sudah mengijinkanku mendengar suaramu sebelum kamu berangkat pagi ini.]

Selamat terbang. Doaku menyertaimu di setiap hela nafasmu. Kunanti kau kembali dengan selamat dan sehat, meski ketika kamu pulang kembali, aku tidak akan menjemputmu apalagi mengucapkan selamat datang dan memberi pelukan penuh rindu.



PS. I do miss u


picture from here
Insanity: doing the same thing over and over again
and expecting different results.
~Albert Einstein~

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date