Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Bintang (Menjelang Idul Adha)

Entah sejak kapan aku mulai menyukai bintang.
Seingatku, semasa aku kecil, ibu sering mengajakku ke loteng dan memandang langit malam bertabur bintang. Memilih bintang paling terang dan menyimpannya dalam pejaman yang rapat.
Bapak pun mulai mengajariku membentuk rasi bintang. Rasi bintang biduk, rasi bintang gubuk penceng, dan rasi bintang lain yang tak begitu kuingat lagi.

Masih. Aku masih menyukai memandang bintang meski tak sesering dahulu.
Aku akan dengan serta-merta menggerakkan ujung jari telunjukku membentuk semua hal semau hatiku.
Bentuk rumah, bentuk hati, bentuk senyum, bentuk sedih, bahkan menuliskan namaku di langitNya.

Tapi kenapa kau tak menyukai bintang?
Kau lebih memilih memandang bulan.
Aku paham, bulan selalu lebih besar dibanding bintang, bulan selalu nampak perkasa daripada ribuan bintang yang mengelilinginya.

Ah, aku salah.
Kau pernah sekali menyukai bintang. Sekali. Sewaktu bersamaku.
Aku bahagia. Melebihi yang kau tahu. Mereka tahu.
Tapi bintang-bintang tahu dan tersenyum padaku. Memberiku selamat dan salam hangat.
Seusai itu mungkin semua berubah. Kau kembali tak peduli pada bintang.
Sama seperti tak pedulinya kau pada aku. Rasaku. Hatiku. Mataku. Dinginku.

Aku masih berjalan di sela gemintang.
Berharap mereka taburkan hangat di hatimu yang jauh dari jemariku. Pun kuselipkan setitik harapan agar kau dicurahi mimpi indah yang melelapkan istirahat malammu.
Di sini aku masih memandang bintang.
Berbicara pada mereka yang pernah menjadi saksi. Menjadi penonton. Pernah iri padaku.

Sesaat aku terpaku!

Aku bertanya pada bintang. Masih bolehkah aku seperti ini?
Mengharap pada sosok yang entah di mana keberadaannya sekarang.
Sudah bergelimang bintang, namun tak mampu kutemui sudut hatinya.
Lalu mengapa aku masih berharap hamparan bintang menyampaikan segala resahku?

Tak pernah ada jawab dari penantianku.
Aku saja. Menatap jauh ke langit.
Kau di mana? Apa kau merasa yang sama?



Melangkah sendiri di tengah gelap malam,
hanya untuk mencari satu sinaran.
Tak terasa sang waktu melewati hidupnya,
hingga pagi menjelang mengganti malam.
-Air-

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date