Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Tampilkan postingan dengan label Kangen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kangen. Tampilkan semua postingan

Bicara Padamu

Inilah percakapan yang tidak akan pernah mendapat jawaban. Hanya celoteh yang ditulis untuk sekedar meringankan lelah. Pengandaian bahwa semua ini nyata meski hanya ilusi, atau mungkin mimpi. Biarlah.

______

Kamu,

Masih ingin kuceritakan tentang gadis di bawah bintang. Namun dia sekarang mulai mencintai semburat jingga langit pagi. Bukan langit sore. Langit sore membuat matanya sakit dan tentu saja mengingatkan dia pada pria itu.

Banyak sekali senja yang dilewati gadis itu dengan pria'nya' (harus pakai tanda petik, agar tidak berarti kepemilikan). Senja yang dulu menghadirkan senyum dan tawa. Senja yang pernah terlewati dengan rasa membuncah karena melihat pria itu.

Kamu,

Tahukah kamu apa yang sedang dirindukan gadis itu?!? Kamu pasti menjawab "I put my expectation on zero."
Ah, kamu. Dasar.
Dasar laut.. Bidang dasar.. Selamat dasar para tamu...
#bigsmile

Semacam itulah kira-kira. Dia merindukan kebersamaan dan percakapan yang pernah sangat 'gila' dan tak jelas juntrungnya. Dan tentu saja sangat merindukan berada dalam pelukan hangat pria itu. (Hey, aku tak tahu, apakah hangat atau tidak). Dia pun merindukan bergelung manja di samping pria itu. Menikmati hembusan napas yang teratur dan mendengarkan debar jantung pria itu.

Ketika itulah dia mulai bertanya-tanya pada dirinya. Mengapa jantung pria itu berdetak seperti biasa? Bukan seperti jantungnya yang seolah ditabuh ribuan penabuh hingga suaranya terdengar sampai ke telinganya. Jantungnya berdetak begitu kerasnya, hingga dia takut jantungnya melompat keluar. Apakah pria itu memang sedatar itu padanya?

Aku pun sering bertanya, mengapa debar jantungmu biasa saja ketika ada di dekatku. Apa yang kau rasakan saat engkau bersamaku?

Kamu,

Aku sedang sedikit berandai bisa selalu berbicara padamu, bukan selalu menceritakan gadis di bawah bintang itu. Gadis itu sepertinya mempunyai cerita yang tidak habis dikisahkan. Gadis itu memang sedang disesaki oleh rindu yang terabai. Gadis itu juga sedang menahan segala rindu agar pria'nya' bisa selalu tersenyum bersama gadis lain yang dipilihnya.  Gadis itu mencoba bertahan dan tentu saja tersenyum.

Kamu,
Baik-baik yaa di sana.

Itu saja..

And it's you whatever a moon always meant
And whatever a soon will sing is you
-E. E. Cummings-

To the One who Show Me Starlight...Thank You

Lagi-lagi aku harus bernapas berat. Kepalaku rasanya sakit, berdenyut-denyut, hingga ingin kuletakkan saja. Lagi-lagi mataku menangkap ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan bahwa dulu..ya dulu..aku pernah melihat pendar itu di mata gelap itu. Dulu. Sekali lagi, dulu.

Homph..
_______________

Kamu,

Aku sedang ingin menceritakan seseorang padamu. Dia sedang menikmati menatap bintang di langit. Menopangkan dua tangan di bawah dagu dan sesekali tersenyum.

Apa kamu tak ingin tahu apa yang membuatnya tersenyum? Mungkin tidak, tapi biar kuberitahu. Dia sedang menertawakan hidupnya. Menertawakan seorang pria yang sering tidak percaya padanya. Menertawakan betapa ternyata dia masih berharap bisa bersama pria itu.

Gadis bodoh. Gadis itu sungguh bodoh. Kamu tahu pasti kalau dia adalah gadis bodoh. Dia masih sering menuangkan segala perasaan dan rindunya pada pria itu. Mungkin saja pria itu abai padanya. Atau mungkin pria itu memang sengaja membangun benteng dirinya dan mencoba menepis semua yanh sesungguhnya gamblang. Aku tak tahu persis.

Kamu,

Masih kah kamu ingin mendengarku bercerita? Mungkin tidak, tapi biar kulanjutkan cerita tentang gadis di bawah bintang itu.

Aku tahu matanya tidak lagi se-sembab dulu. Aku tahu senyumnya sudah sedikit lebih cerah. Tapi tahukah kamu seberapa besar usahanya untuk bisa seperti itu di hadapan semua orang. Tak perlu kamu tahu! Toh, dia melakukan semua itu untuk pria yang tidak mempercayainya itu. Dia ingin pria itu tahu bahwa kenangan mereka masih hidup di hati dan otaknya hingga membuatnya harus tetap tersenyum meski berat.

Gadis itu tidak pernah tidak mempercayai pria itu. Tidak pernah! Dia percaya pada pria itu. Meski pria itu akhirnya pergi untuk gadis lain. Tapi gadis itu sempat bahagia pernah sedikit merasakan rasa sayang pria itu. Iya, sayang dari pria itu. Sedikit sayang.

Dan sekali lagi, pria itu tidak percaya. Pria itu tidak lagi mau melihat dari sisi gadis itu. Pria itu hanya punya pikirannya sendiri dan (ssstttt....bilang saja) sedikit egois. Hingga gadis itu tidak punya cara lain untuk menunjukkan sisa-sisa hatinya selain menceritakan pada bintang (dan Tuhan). Tentu saja sambil berusaha agar pria itu bisa memahami dia.

Kamu,
Tahukah kamu, bahwa gadis itu memanggil prianya sama dengan caraku memanggil kamu. Terdengar lucu, tapi memang begitulah adanya. Nama dan caranya tak ada yang beda, sejak dulu.

Kamu,
Kuharap tidak membuatku seperti gadis itu. Jangan membuat rinduku menjadi sumpah serapah bagimu. Jangan tidak percaya bahwa aku mempercayai kamu. Aku percaya, aku mengerti. Jika boleh mengutip sebuah lirik lagu: Kamu mengerti (bahwa) aku mengerti kamu
Iya kan?!

Kamu,
Ah, sudahlah.
Aku akan kembali bersama gadis itu menatap bintang. Semoga dia tidak lagi menangis karena dadanya disesaki rindu.


Goodnight stars,
Goodnight air,
Goodnight noises everywhere.
-Margaret Wise Brown-

A 'lil Light

Mr. Engineer yang pernah saya harap untuk menjadi imam saya tahun ini, akhirnya memutuskan untuk menikmati sakit hatinya. Entah sakit hati macam apa yang dia rasakan. Tapi saya menghormatinya. Sangat.

______________

Oom, kita jarang sekali bicara dari hati ke hati. Pun aku memilih tak banyak bicara meskipun sangat ingin. Bukan aku tak punya hati, aku hanya..hanya..

Ah, sudahlah.
Abaikan saja.

Sering aku bercermin dan berkata pada diriku sendiri, "Ada apanya jika aku dibandingkan istri Yunus atau istri Mas Yogi?"

Istri Mas Yogi yang begitu...ah, luar biasa..dengan dua anak yang sangat menggemaskan. Istri Yunus, meski ketika itu belum berjilbab tapi dia sangat cantik. Foto pernikahan mereka terlihat luar biasa. Dan aku luar biasa iri.

Ugh!

Oom, mungkin aku memang tidak sempurna. Tidak akan pernah. Tidak se-solehah istri Mas Yogi, tidak secantik istri Yunus, dan mungkin bukan kakak yang baik untuk Yashika. Aku tidak menyesal, aku tidak menangis. Aku hanya ingin kamu bahagia, selamanya. Dan aku tahu, tempatku bukan di sisimu.

Setidaknya, terima kasih untuk waktu mengenalmu yang sungguh luar biasa. Kita sudah cukup banyak bicara tentang banyak hal. Kuharap Ramadhanmu tahun ini, menjadi Ramadhan yang mengesankan.
Tak seperti Ramadhan kemarin saat kita masih bersama. Dan jika diijinkan berandai-andai, aku ingin kotaku bisa menjadi tujuan singgahmu, Idul 
Fitri nanti.

Hanya berandai-andai. Ah, aku tak berani banyak berharap.

Tulisan ini, kutahu, tak akan pernah kamu baca. Tapi aku pun tak sanggup jika kamu membacanya. Biar Tuhan yang tahu, bagaimana hati kita dan hati mereka. Maka biar Dia menuntun kita dengan segala kebaikan yang harus kita jalani.

Baik-baiklah di sana. Maka kucukupkan perihku, seperti kamu juga mencukupkan perihmu. Selanjutnya, dunia memang tidak diijinkan menjadi milik kita.
Kamu dan duniamu.
Aku dan duniaku.

Biar semua bisu, kelu, dan sendu menjadi saksi rasa-rasa yang mungkin tertinggal.
Selebihnya, Tuhan tahu harus kemana jalan ini.


The farther you go,
The harder it is to return.
The world has many egdes
And it's easy to fall off
-Anderson Cooper-

Kenangan, Hati, dan Rindu

Apa yang tersimpan dari perjalanan yang lalu.

Rasamu kah? Atau rasa siapa?

Entahlah.

Mungkin kini tersisa rindu dan remah-remah hati.

Selebihnya; kenangan.

You: A Lost Message


Kenapa hari ini? Mungkin begitu tanyamu. Maka aku katakan bahwa aku tak pernah tahu. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang sedang kurasa. Tentang awan yang akhirnya berakhir menjadi hujan, di langi yang kupandang.

Andai kau tanya apakah ini rindu. Jika menurutmu begitu, anggap saja benar.
Andai kau tanya apakah ini marah. Jika menurutmu begitu, anggap saja iya.
Andai kau tanya apakah ini sayang. Jika menurutmu begitu, anggap saja semaumu.
Andai kau tanya apakah ini kesal. Jika menurutmu begitu, anggap saja demikian.

Aku hanya membayangkan saat-saat aku melihat duniamu dari mata batinku. Mengawasi dengan cemas. Menatap dengan haru. Mengharap dengan rindu. Dan semua rasa di masa itu. Aku hanya kembali merasainya.  Meski hanya sejengkal.

Merasakan perhatian yang utuh saat menggenggam tanganku. Merasakan perlindungan penuh saat merangkul bahuku. Merasakan dunia yang hangat saat melihatnya tertawa. Merasakan aroma surga yang menguar dari nafasmu yang menyentuh tiap inchi kulitku. Dan merasakan seperti bidadari hanya karena sebuah pesan singkat.

Semua sudah usai. Tanpa sisa. Tanpa kata. Hanya ada gumpalan rasa yang tidak pernah terpedulikan (lagi). Hanya ada aku dengan segala pikiran yang tak akan mereka mengerti mengapa aku begini.

Tak perlu ada tangis dan air mata lagi. Semua telah mengering. Sepertinya keringnya rasa itu untukku. Dan aku akan perlahan memahami bahwa aku tak lebih berharga apa yang telah dipilih hari itu hingga hari ini.

Jika sempat tulisan ini terbaca, maka akan kukatakan dengan jujur bahwa aku mencoba untuk jujur. Sekian waktu aku berpura-pura baik-baik saja, padahal aku menyembunyikan rasa yang tidak dapat kuejawantah dalam ribuan kalimat bahkan dalam satu novel atau drama. Kepura-puraanku adalah bentuk terbaik yang kupunya untuk tetap melihat senyum yang sesungguhnya sangat menyayat.Bukan untuk siapa pun, hanya untuk diriku yang terlalu sakit ketika kusadari aku tak lagi punya impian.

Maka jangan berlagak mengerti aku karena tak ada yang kusampaikan tentang semua rasaku meski dalam ke-nyinyir-an yang dirasa oleh mereka.

You never really understand a person
until you consider things from his point of view
Until you climb inside of his skin and walk around in it.
-Harper Lee


Picture here

Kubenci Mengaku Rindu


Aku benci mengakui. Aku ingin berlari saja dan tidak perlu melihatmu lagi.

Tapi aku memang merasakan. Ternyata begini rasanya merindu. Dulu sudah pernah rindu, tapi kali ini berbeda. Berbeda karena aku merindukanmu.

Hingga aku ingin sekali kamu menyapaku lewat pesan dengan satu kata sapaan. Tidak perlu menanyakan kabar. Tidak usah memberi kabar. Tidak usah berbunga-bunga. Cukup satu kata saja.

Bukan karena aku kecanduan, tapi aku penasaran. Bukan karena aku mengenalmu, tapi karena kau masih abstrak. Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya merindukan sosok abstrak?! Sosok yang tidak pernah sekali pun terlihat, namun tiba-tiba menumbuhkan rindu yang mengharukan. Menyesakkan. Begitu rasanya.

Aku ingin bersabar, ingin menanti. Tapi mau sampai kapan. *sigh* Apa kau bisa menjamin akan menjadi milikku? Sedangkan aku ingin diakui. Mendengar pengakuanmu. Dan aku mengakui bahwa aku merindukanmu. Aku benar-benar merindukanmu.

Sudahlah. Sepertinya sementara begini dulu. Jangan mengatakan apa pun karena rindu ini makin menyesakkan. Biar kurasakan sendiri tanpamu. Semoga kujumpai sosokmu di sisa perjalanan yang tak lagi panjang.

Happiness always looks small
while you hold it in your hands,
but let it go, and
you learn at once how big and precious it is.
- Maxim Gorky

Picture here

Yaa Allah, Aku Sedang Puasa kok


Ih, bukan aku banget! Semalaman nggak bisa tidur dan ngunmpat-ngumpat nggak jelas, in English of course. I just enjoying the coming-back of my swing mood. Welcome home, Dear!

Okay, check what’re on my bullet points to show what I do really feel.
  1. Sobatku, -ya ampun, she always stay on a part of my mind in the same tittle- nuduh aku dengan halus banget. Keliatannya sih ngomong biasa, tapi nadanya itu bikin nyesek. Banget! Tapi bahasa lempengnya about that “it’s my lebayness and I’m gonna sleep” shit yang dia kirim via sms malam itu (aku lupa kapan) makes me so damn boiling. Padahal awalnya nggak berencana marah dan aku balasnya kalem aja, but I re-read that shit message... Oh my... Baru merasa kalau aku barusan ditampar. That’s really something boiling in my head. Dammit!!
  2. Book store doesn’t do its duty as well as usual. I got there and (still) can’t throw all ‘gondoks’ stayed on my mind. *Bahasaku yaaaa...ancur.
  3. Ada orang ilang dari peradaban. I’m not on my FB since days. I don’t wanna be dissapointed when I didn’t find him catch me there, on FB. Dammit aku kangen berat sama santri itu! Ya Allah, dosa nggak sih puasa-puasa tapi marah sama orang yang dikangeni? Aku pasrah. I do miss him like hell. *Pengakuan yang menyakitkan tapi nggak penting banget. Puas banget dia sepertinya... bikin anaknya orang nahan rasa dongkol akibat dicuekin. Ini orang yaa sarjana teknik (2x pula, S-nya sudah dobel) tapi tetek bengek soc-net dia sama sekali nggak tahu. Cuma punya that shit called FB and rarely on that way. How can I catch him if he wasn’t there almost all the time? As his attention, he made so much chaotics in my recently days. “Sudah puas bapak manager engineer?”
  4. Pagi ini aku luapkan kesel-keselan  tentang sobatku (see, I’ll always call her as it even she thought that I’m not bloody cares about somebody) di twitter. Bikin tweet emosi norak-norak gitu. Tapi malah berakhir dengan berbalas mention dengan teman SMA (FYI, twitterku kan tergembok, jadi sering nggak bisa diRT). Ini fungsi twitter buatku, kalau lagi pengen posting hal nggak enak bisa langsung diposting dan cepat ilang karena tertutup tweet yang lain. Kalau kesel-keselan distatuskan di FB atau diposting di G+ bis nggak aman, karena bakal lebih ‘abadi’ nongkrong di wall.

Aku berakhir nangkring in my  bed with many books and all bad things inside. *aku masih gondok berat. Lalu menuliskan dengan cepat di blog. Dan aku merasa lebih baik sekarang ketika aku memaafkan three-first points above. Sebodo teuing dengan sobatku yang ngomong nggak enak itu, dia sudah kumaafkan. Aku juga memaafkan toko buku *ancur banget nggak sih? Dan tentu saja aku memaafkan Mr. Engineering yang coolnya kelewatan itu.

So, I’m okay from now on. ^__^

Forgiveness is the sweetest revenge.
-Isaac Friedmann
 
Picture here

Berpaling dalam Balutan Rindu

Saya masih berusaha membuat diri saya yakin.
Pesona atau kenangan, atau entah apa namanya. Saya memang masih menyimpannya dalam sadar saya yang teramat sadar. Mungkin masih penuh dengan segala bentuk harapan, mimpi, doa, dan kenangan.
Dalam keadaan apa pun, saya tidak pernah membencinya setelah segala kebersamaan. Saya memang memilih untuk berdiri di atas kaki saya sendiri setelah menyadari bahwa saya harus melangkah menjauh dari hidupnya. Harapan terbesar saya adalah dia bahagia dengan apa yang telah menjadi pilihan hidupnya. Bukan saya, tentu saja.
Senyum saya masih kadang terkembang membaca harapan yang dulu pernah tertulis di atas pasir. Dan saya tahu, angin menerbangkannya seperti harapan itu tak pernah tertulis, tak pernah terucap. Karena saya pun sedang mencoba menghapusnya perlahan. Tak ada yang ingin saya sisakan dari perjalanan yang telah berlalu.
Saya menikmati emoticon romantis yang ditujukan untuk nama saya. Tapi saya kesal, saya kecewa. Dan segala bentuk pertengkaran membuat saya benar-benar tidak ingin kembali pada jalan setapak itu. Jika memang saya meninggalkan jejak, biarkan jejak saya terhapus hujan deras yang mendinginkan bumi. Saya harap, saya tidak akan pernah meninggalkan apa pun.
Hanya saja, saya memang masih sering ragu. Keraguan yang tidak dapat sembunyikan pada cermin yang berdiri di depan saya berdiri. Meski saya membacanya sebagai proses perjalanan, tapi saya tak urung memendam rindu yang tidak mampu saya ejawantahkan bahkan lewat sebuah hembusan nafas.
Ah, saya memilihnya. Saya sudah berjalan jauh dan tidak akan kembali ke tempat di mana saya meninggalkan semua rasa atas nama kebaikan.
Rindu akan hidup dengan dunia yang baru.
 
For this soul, somewhere there must one made.

Picture here
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date