Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Menunggu... Sendiri...


Aku masih menunggumu, menunggu apa yang kemudian akan kau tulis padaku. Menunggumu membalas surat yang kukirim ke alamatmu. Aku tahu kamu terlalu sibuk untuk sekedar membacanya, meski yang kukirim hanya 3 kalimat sederhana yang menyatakan aku masih peduli padamu, atas nama persahabatan yang kita bangun di masa lalu. Kamu telah punya hidup yang sempurna sehingga apa yang kukirim padamu hanya sampah-sampah yang selalu mengisi kotak suratmu.

Aku mengerti alasanmu pergi, meninggalkan aku dengan seribu pertanyaan tentang ‘kenapa?’ dan ‘bagaimana bisa?’. Meski aku memang masih menunggumu menjawabnya, dan tentu saja menunggu kamu kembali memelukku dan menjabat hangat tanganku seperti waktu-waktu yang lalu.

Tiap kali menulis padamu, entah mengapa aku masih merasakan debar yang sama. Aku selalu ketakutan kamu tidak mau membacanya, tidak mempedulikannya dan tulisan-tulisanku berakhir di keranjang sampah. Harus dengan apa aku meyakinkan padamu bahwa tulisanku tidak berisi virus antrax atau bom yang kemudian menghancurkan seluruh rumahmu beserta keluargamu.

Aku masih menunggumu membalas surat yang kukirim ke alamatmu. Satu kalimat manis sudah cukup melegakanku, walau aku tahu kamu sedang marah ketika menuliskannya. Setidaknya maukah kau menghargai semua yang pernah kau lihat, kau dengar, kau rasa dariku. Meski aku tidak mampu memberi apa yang seharusnya kuberikan, tapi tidak ada seorang pun yang mampu membuatku menikmati setiap inchi getar gemetar itu. Meski memang sakitnya mengalahkan apa yang pernah tergambar di benak siapapun.

Kamu sedang ada di mana saat ini? Aku ingin menemuimu, menyerahkan sendiri semua tumpukan surat yang belum sempat kulayangkan padamu. Biar kau bisa membacanya tepat di hadapanku dan menjawab apa yang kutanyakan. Jika memang kau harus marah-marah atau mengumpat, bisa kau layangkan langsung tepat di mukaku. Lebih baik aku merasakan itu semua daripada harus menunggu bertahun-tahun agar kau mau membalas suratku.

Mengertikah kamu bahwa aku merindukan masa yang indah saat kita tertawa bersama dan berusaha menggapai awan. Tiap detik yang kuatasnamakan persahabatan denganmu adalah rona manis yang akan terus kukenang dalam perjalananku menuju akhir tak pasti. Aku tak ingin berlari menjauh, aku sudah lelah dengan segala hal yang kupendam sendiri selama kau pergi. Aku pun tak akan menarikmu mendekat setelah merasakan betapa kamu telah mencampakkan semua rasamu dan membuangnya ke sudut tergelap.

Jika rindu memang masih terasa di sana, aku ingin mendengarnya sekali saja. Sekali saja mungkin telah cukup bagiku yang begitu mendamba balasan dari suratku. Namun aku tahu kamu pun merindukan untuk bisa tertawa bersamaku dan menghabiskan waktu untuk membicarakan segala hal tentang pertengkaran, persahabatan, cita-cita, doa, bahkan janji untuk bertemu di suatu  tempat -suatu hari berikutnya-.

Sekali lagi atas dasar persahabatan yang telah terjalin, aku merindukanmu. 
Aku rindu padamu.

picture from this link
Even now when we're already over
I can't help myself from looking for you.
~Adele, Set Fire to the Rain~

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date