Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Cinta pada Wanita itu



Sampai saat ini
Rasaku bertahan di sini
Rasa yang yang tak akan hilang oleh waktu

Kau tidak di sini
Akupun tiada di hatimu
Jiwaku ikut menghilang bersamamu

Tak terkira
Di sampingmu
adalah hal terindah yg pernah kuinginkan
Tak terkira
Di pelukmu
adalah hal terindah yg pernah kurasakan

Melukiskan segenap keindahan...dirimu
Hanya kau yang aku mau...kamu..kamu

Tak terkira
Milikimu
adalah hal terindah yang pernah kudambakan
Tak terkira
Dekapanmu
adalah hal terindah yang pernah kudapatkan
Tak kan rela melepasmu
walau di hadapanmu ku 'kan terus menangis bahagia


Lagu itu sudah puluhan kali mengalun dari playlistku. Mataku menatap kosong pada layarnya yang sudah mulai menggelap. Kepalaku sebenarnya makin berat, tapi mataku tak juga bisa terpejam.

Ada hal yang kurindukan, tapi tak mampu kuungkapkan. Aku kesepian, tapi egoku mengalahkannya. Aku bertahan pada ketakberdayaanku dan menyembunyikannya pada semua orang, menyembunyikannya pada dunia.

***

"Kenapa senyam-senyum begitu?" bentakku kesal. Aku melotot jengkel ke arahnya. Dasar menyebalkan, batinku.

"Kakak cantik sekali pakai baju itu," pujinya.

Cuih!
Aku melotot makin lebar ke arahnya. Bisa-bisanya kalimat murah seperti itu keluar dari mulutnya. Ingin sekali aku melotot lebih lama dan memarahinya, bahkan kalau bisa menjambaknya. Tapi aku tak mau membuang energi untuk marah-marah pagi ini. Jadi aku membiarkannya tetap berdiri di samping sepedanya, dan aku menstater sepeda motor lalu segera meluncur meninggalkan kepulan asap di depan mukanya.

Dan herannya di antara deru motorku dan kepulan asap, dia masih sempat mengucap salam perpisahan, "Da-dah, Kakak... Hati-hati di jalan."

***

Sudah sejak pagi aku tidak keluar dari kamar. Semuanya kulakukan di dalam kamar. Itulah untungnya punya kamar dengan fasilitas lengkap.

Tiba-tiba sebuah ketukan halus mendarat di pintu kamarku. Aku membukanya malas-malas.

"Ini buat Kakak," serunya riang dan ceria.

Aku melihat nampan di tangannya. Sepiring nasi (yang kuyakini porsinya pas untuk sekali makanku, tak kurang - tak lebih), telur dadar dengan irisan bawang merah dan cabe rawit, semangkok sayur bayam, serta segelas susu coklat yang legit. Demi Tuhan, aku tergiur melihat apa yang ada di hadapanku, tapi aku memilih untuk mempertahankan egoku.

"Aku tidak lapar!" kataku sambil membanting pintu di depannya.

Masih sempat kudengar dia berteriak riang, "Kutaruh di meja depan kamar, siapa tahu Kakak lapar nanti malam."

Benar saja, aku kelaparan tengah malam dan aku langsung ingat makanan yang dia tinggalkan di luar kamarku. Aku menghabiskannya tanpa sisa dan membiarkan sisanya berantakan di meja. Keesokan harinya ketika aku membuka mata, nampan di meja itu telah bersih.

***

"Naa, tidak sarapan?" papa bertanya ketika aku langsung ngeloyor pergi tanpa duduk di meja makan.

Aku menoleh ke arah papa, kupandang sekilas pria pertengahan 50an itu, lalu aku putuskan untuk kembali dan duduk di meja makan.

"Naa, kuliah pagi, Pap," aku beralasan sambil menyesap sedikit susu di meja makan.

"Kalau begitu, Naa bawa bekal yaa... Mami sudah siapkan sandwich telur-mentega dan fruit salad," katanya manis.

Oh, jadi dia sengaja membuatkanku sandwich agar aku tak sarapan dengan papa. Dia tak menahanku pergi, tapi seperti mengusirku cepat-cepat keluar dari rumah. Papa pun tak mencegahku berangkat. Pasti papa sudah kena hasut wanita itu.

Aaaaarrrrgggghhhh.... Aku benci dia!

***

Aku membuka mata perlahan. Semuanya samar pada awalnya, hingga akhirnya aku mampu melihat sekelilingku dengan jelas. Aku di mana? Sebuah ruang biru pucat dengan tirai tak kalah pucatnya.

Dia sedang membaca di samping aku berbaring.

"Aku di mana?" erangku pelan.

Dia terlonjak kaget dan membuang bukunya menjauh. Sedetik kemudian wajahnya berbinar, senyumnya terkembang.

"Dokter, Naa sudah sadar," pekiknya melalui sebuah alat (yang aku tak tahu apa namanya). Lalu dia kembali menatapku penuh haru dan bahagia, dan tiba-tiba memelukku, "Naa, bilang sama Mami mana yang sakit. Biar mami pijit ya."

Selang yang ditancapkan oleh jarum ke permukaan kulitku, membuatku tak bisa menepis pelukannya. Dan sesuatu yang tak bisa kudefinisikan menjalar melalui kulitku menembus hingga jantung dan mengalir melalui darah ke seluruh tubuh. Aku merasakannya saja, namun tak mampu kuungkapkan.

***

Semuanya berawal setahun lalu. Papa yang sudah menduda sejak 2 tahun yang lalu, menyatakan keinginan untuk menikah lagi. Aku kaget, tidak menyangka kalau secepat itu papa akan mencari pengganti mama padahal usia perceraian mereka masih terbilang baru.

"Papa tidak akan menikah untuk diri papa sendiri. Papa menikah juga untukmu," ujar papa lembut sambil memelukku erat.

Aku, yang pada dasarnya tidak ingin papa menikah lagi, hanya mampu menangis dan mengangguk mengiyakan.

Hari pernikahan itu tiba. Akad nikah papa kuiringi dengan tangis (yang di mata orang, itu adalah tangis bahagia). Hatiku setengah remuk melihat wanita itu mencium tangan papa dengan takzim.

Setelah hari itu hidupku berubah drastis. Aku lebih suka diam daripada mengobrol dengan papa dan istri barunya. Rasanya duniaku menjadi kelam, tak ada belai lembut papa, tak ada peluk hangat papa. Semua hilang!

***

Naa, anakku sayang, mami sangat ingin agar kita saling menghangatkan hati yang sebeku dan sedingin es. Mami memang bukan ibu yang baik untukmu, anakku sayang, tapi tak bolehkah mami berada di sampingmu dan memelukmu. Kau memang tak pernah terlahir dari rahim mami, tapi sungguh cinta mami padamu sama seperti cinta mami pada Marissa.
Sejujurnya mami ingin kita bisa memulai sesuatu yang baru. Mami ingin menjadi ibu Naa, seperti mami menjadi ibu Marissa, tapi mami rasanya sudah lelah mencoba.
Naa jaga diri baik-baik.

Sayang selalu,
Mami

Surat itu kutemukan di meja belajarku sebulan yang lalu. Awalnya aku biasa saja dan tidak terlalu peduli. Tapi akhir-akhir ini banyak hal menggangguku. Papa mulai terlihat kehilangan senyum bahagianya, keadaan rumah juga lebih berantakan walaupun sudah ada pembantu. Aku sendiri tidak bisa menghandle semua pekerjaan, aku harus kuliah, kerja part-time, dan lain-lain. Dan aku pun mulai merindukan sandwich telur-mentega dan fruit salad sebagai bekalku. Aku mulai kangen suara ceria yang selalu memberi da-dah padaku tiap pagi.

Ah, aku hanya berkhayal.

***

Aku terpaku di depan rumah berpagar putih itu. Kutelepon sebuah nama di ponselku.

Entah mengapa air mataku mengalir begitu saja melihat mami dari jauh, sambil menunggu jawaban teleponku. Dan seperti ada chemistry antara kami, mami tiba-tiba menoleh padaku yang berdiri di depan pagar rumahnya.

"Halo.." suaranya bergetar.

"Naa kangen mami."

Tak terkira
Di sampingmu
adalah hal terindah yg pernah kuinginkan
Tak terkira
Di pelukmu
adalah hal terindah yg pernah kurasakan




(Inspire from my student’s real life)
Selepas Hijau-Merah, 10 Syawal 1432

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date