Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Jaring Laba-laba Perak


Begitu banyak hal yang ingin kusampaikan padamu. Mungkin sebanyak bintang di langit. Bisa juga sebanyak pasir di seluruh pantai di dunia. Atau mungkin hanya sebanyak jari yang kumiliki. Mungkin. Entahlah.
Namun akhirnya kusadari, semua yang ingin kusampaikn padamu hanya akan menjadi hal sia-sia. Jadi kuputuskan untuk kusimpan saja. Tidak perlu kau tahu, karena kita sudah terlalu jauh untuk mengayuhkan sampan kita mendekat.
Harusnya aku memang minta maaf padamu. Semuanya salahku kan?! Ah, harusnya memang begitu.
Aku yang selalu mencoba memberi perhatian, tapi bagimu itu adalah sebuah gangguan. Aku yang selalu mencoba memenuhi apa yang pernah kau minta, tapi akhirnya malah membuatmu jengkel dan lagi-lagi merasa terganggu. Aku yang berusaha tidak lagi mendiamkan masalah, tapi bagimu aku persistent karena tak mampu menangkap ungkapan kiasanmu. Aku yang berusaha menjaga hati untukmu, tapi bagimu aku berlebihan. Aku yang ingin membuatmu tersenyum, tapi membuatmu kesal dan jengkel.
Selalu saja!
Hingga berakhir di sini.
Aku hanya sanggup menatap dari jauh duniamu yang indah gemerlap. Bahagia. Begitu aku menyebutnya. Maka itulah yang kusadari, bahwa aku yang membuatmu menjadi “pengendara buta” yang terpaksa harus membawaku sebagai penumpang.
Dari jarak ini begitu nyata bahagiamu kulihat. Sambil tersenyum, tentu saja. Karena aku tak akan kembali ke sana. Tempat di mana aku menyakitimu. Tempat yang di hadapanku pura-pura ingin kau tinggalkan, padahal sangat ingin kau tuju.
Aku tidak akan kembali lagi. Biar semua cerita tentang bintang itu menjadi kisah yang hanya akan terrangkai dalam jaring laba-laba perak.

I don't want to repeat my innocence.
I want the pleasure of losing it again.
-F. Scott Fitzgerald

Picture here

Maaf bukan untuk Janji


Kalau saja malam itu aku tak berjalan di bawah langit luas bersamamu, maka aku tak akan berada di sini. Sendiri. Sepi. Merinding. Memendam segala aliran energi buruk yang mungkin membunuhku. Tapi belum mengalahkanku.

Seharusnya memang perjalanan itu tidak pernah ada. Kapan pun. Di mana pun. Denganmu.

Seandainya aku mampu, aku akan melupakan tumpukan janji yang masih tersusun rapi di memoriku, yang bahkan kapasitasnya lebih dari 1000 terabyte. Dalam otakku. Dalam kenanganku. Yang kau akui sebagai kau adalah seorang pelupa.

I know it’s never been wrong when I saw you cheat on me. And it’s never been wrong when I say YOU NEVER WITH ME EVEN A SECOND.

Tapi aku tak pernah mampu membuat isi kepalaku jatuh ke telapak tanganmu, untuk membuktikan bahwa aku belum menganggap lunas janji yang pernah kau buat. Dan takkan pernah kuminta pelunasan karena aku tahu, itu tak akan pernah lunas. Karena aku hanya mampu memaafkan dalam marah.

An apology is the superglue of life.
It can repair just about anything.
~ Lynn Johnston

Picture here

The Way I Look at Him


Saya gemas sekali memandangnya. Saya sering kali tersenyum geli melihat tingkah lucunya yang seperti ingin mengabaikan keberadaan saya di hadapannya. Tapi saya punya banyak cara untuk membuatnya kembali berpaling pada saya. Dan dia kadang setengah terpaksa memandang saya. Menggemaskan.

Meski tak terlalu menancap dalam ingatan, saya masih ingat beberapa ekspresinya. Usahanya untuk tetap fokus pada saya begitu menggemaskan. Padahal saya tahu pikirannya sering berada jauh, sedang memikirkan seorang gadis lain. Saya suka menggodanya. Hingga membuatnya mau tak mau kembali menatap saya.

Saya suka sekali mengacak rambutnya yang lurus dan kaku. Dia tidak protes. Rambutnya dibiarkan berantakan akibat ulah saya. Namun saya sering tak tahan untuk mengulurkan tangan dan merapikan rambut itu dan dia mengacaknya lagi.

Masih jelas dalam ingatan betapa kakunya dia ketika pertama kali kami bertemu. Tapi saya segera menyadari, it was our first meeting. Setelah itu, segalanya mencair. Dia mulai menikmati kebersamaan kami. Saya pun belajar melihat bagaimana dia menjalani hari-harinya. Unik. Seru. Saya belajar lebih dalam lagi tentang bagaimana melihat dia dari kacamata saya dan kacamata dia.

Dua kali seminggu kami berjumpa. Dalam satu kotak yang ada hanya kami. Dia dan saya. Menikmati ekspresi-ekspresinya. Tersenyum, ngantuk, malas, bersemangat, dan ekspresi lain.

Ketika dia mencium tangan saya di tiap akhir perjumpaan membuat saya trenyuh. If I were him, I won’t be that though. Dunianya, jiwanya, perasaannya begitu halus. Menjalani hari sebagai anak yang harus menurut pada orang tua, namun juga ingin menikmati dunianya yang penuh dengan penghabisan energi positif.

Saat ini saya sedang membuat soal untuk UTSnya minggu depan.

Honestly, I love being with you, kiddo.
I learn many things from how you solve your unspoken feeling.


Picture here
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date