Sweetest Nightmare

Berani Bermimpi adalah Berani Mengambil Risiko dan Kesempatan

Tampilkan postingan dengan label Parents. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Parents. Tampilkan semua postingan

Nama Saya Asmara Nengke. Asli!


Asmara Nengke.
Saya biasanya menuliskan nama saya hanya dua kata itu saja. Padahal nama saya masih ada satu kata lagi. Nama terakhir jarang cantumkan karena terlalu panjang. Dan satu hal lagi, dengan dua nama itu saja orang sudah banyak yang kesulitan memanggil saya. Hehehe.

Ini beberapa kejadian yang menimpa saya berhubungan dengan nama saya.

Kejadian pertama:
Someone : Namanya siapa?
Me : Asmara Nengke.
Someone: Siapa?
Me : Asmara Nengke. (mengucap nama dengan lebih pelan.)
Someone: Susah banget namanya.
Me: *tertawa* *garuk kening*

Kejadian kedua (biasanya terjadi ketika di bank):
Someone: Asmara Nengke (memanggil dengan pelafalan yang salah)
Me: Iya
Someone: Dari luar Jawa ya? (ini selalu ditanyakan ketika saya membuka rekening baru di bank mana pun)
Me: Asli Jawa kok.
Someone: Namanya aneh
Me: *tertawa* *garuk kening*

Kejadian ketiga (ketika mengobrol orang yang kenal belum lama)
Someone: Asmara itu nama asli.
Me: Asli lah. Kenapa?
Someone: Kenapa namanya Asmara?
Me: Nggak tahu. (jawaban sebelum 17 tahun). Asmara kan artinya cinta. Ya biar hidupku penuh cinta (jawaban setelah 17 tahun)
Someone: *garuk kening*
Me: *tertawa*

Kejadian keempat (ketika mengobrol orang yang kenal belum lama)
Someone: Aku harus panggil nama kamu bagaimana?
Me: Panggil saja Asmara
Someone: Susah. Ada yang lebih simple?
Me: Orang rumah biasanya memanggil Yaya
Someone: Lho kok nggak nyambung dengan Asmara?
Me: Sambung-sambungkan saja laaa.  *garuk kening*


Kejadian kelima (biasanya terjadi ketika pendaftaran sesuatu atau masuk kelas baru):
Someone: Asmara Nengke (memanggil dengan pengucapan nama yang salah)
Me: Iya
Someone: Benar namanya Asmara Nengke? (dengan pelafalan yang masih juga salah)
Me: Iya. Tapi pengucapan nama Nengke kurang tepat.
Someone: Jadi bagaimana benarnya?
Me: Huruf ‘e’ pertama dilafalkan seperti melafalkan ‘pepes’, huruf ‘e’ kedua dilafalkan seperti melafalkan ‘lemper’
Someone: Oh *tersenyum* *garuk kening*
 
Lalu apa uniknya nama saya?
Nama lengkap saya adalah Asmara Nengke Anggiamurni.
Sebenarnya ide pemberian nama saya ini tidak jauh beda dengan pemberian nama kakak saya. Idenya adalah tempat di mana bapak dan ibu saya pertama kali bertemu dan saling jatuh hati kemudian memutuskan untuk menikah. (ciee...cieee...ciee)

Asmara, artinya sudah pasti artinya CINTA. Asli bahasa Indonesia lho ini.
Nengke, (nama yang selalu menimbulkan pertanyaan bagi orang-orang). Saya bukan orang luar Jawa, saya orang Jawa asli dan nama kedua ini menunjukkan bahwa saya benar-benar orang Jawa. 
Nama ini sebenarnya adalah gabungan dari 2 kata yaitu NENG dan KETINTANG.
Dalam bahasa Jawa NENG berarti DI. KETINTANG adalah nama sebuah kampung berdirinya Universitas Negeri Surabaya. (Bagi yang belum tahu, silakan googling. Hehehe)
Frase NENG KETINTANG (Di Ketintang, dalam Bahasa Indonesia) disingkat menjadi NENGKE.
Anggiamurni, nama ini pun sebenarnya gabungan dari 2 kata. ANGGI yang sebenarnya diambil dari bahasa Inggri Angie yang originnya adalah Angel (peri, bidadari). Dan MURNI adalah asli, bersih.Kata 'murni' originnya dari bahasa Jawa tapi sudah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia
Tapi orang tua saya lebih suka menggabungkan dua kata itu dan merangkumnya dalam satu arti murni/suci. (Agak nggak nyambung yaa. Hehehe)

Jadi nama saya kalau diartikan secara keseluruhan adalah “cinta di Ketintang yang suci” (aih...aih...so sweet badai. hehehe)

Sebenarnya ide pemberian nama kakak saya juga tidak kalah unik, tapi tidak akan saya tulis di sini seluruhnya. Nama kakak saya yang sering jadi pertanyaan orang lain adalah nama terakhirnya.
Nama terakhir kakak saya adalah PREAMBULU.
Pernah Membaca teks Pembukaan Undang-Undang Dasar? 
Biasanya di bawah kata PEMBUKAAN ada kata dalam kurung PREAMBUL. Nah, di situlah ide nama muncul. Kakak saya adalah anak pertama, yang merupakan sebuah permulaan, pembukaan, awalan. Serta harapan orang tua saya agar kakak saya bisa menjadi seorang kakak, ayah, dan pemimpin yang amanah.


Ketika kakak ipar saya hamil saya pernah hampir titip satu nama untuk keponakan, tapi batal. Saya sempat berpikir ide nama Tsaqib dan Preambulu.
TSAQIB ini berarti orang yang sangat cerdas. Kebetulan sesuai dengan judul event giveaway ini BEAUTIFUL NAME FOR SMART BABY by Armita Fibriyanti...hehehe..
PREAMBULU. Karena (ketika itu) menurut USG keponakan saya bergender laki-laki. Jadi tak ada salahnya jika nama ayahnya menurun pada anaknya. Toh, keponakan saya itu adalah anak pertama dari kakak saya dan istrinya, serta cucu pertama di keluarga kami. Nama ini pada akhirnya memang dipakai untuk keponakan menamai keponakan saya.

Untuk Bunda Armita Fibrianti semoga ide nama Tsaqib dan Preambulu bisa menambah referensi.
Semoga Bunda Armita nantinya bisa melahirkan dengan lancar, selamat, dan sehat. Begitu juga dengan adik baby, semoga diberi sehat selalu sehingga bisa lahir dengan sehat. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.



Tulisan ini disertakan dalam event giveaway “BEAUTIFUL NAME FOR SMART BABY by Armita Fibriyanti”

Ini adalah ponakan saya
Evander Ibnu Fadhil Preambulu

My Parents: My Teacher, My Hero

Tak ada istimewanya menjadi anak guru, bahkan meski mempuanyai orang tua yang keduanya guru. Aku tahu, bukan hany aku anak guru di negeri ini. Milyaran orang punya orang tua yang berprofesi sebagai guru. Jadi memang benar-benar tak ada yang spesial ketika aku mengakui diriku sebagai anak guru. Karena begitu aku membuka pintu rumah, maka akan sangat banyak ditemui anak guru.

Sekian puluh tahun menjalani profesi sebagai guru, aku yakin orang tuaku cukup akrab dengan berbagai problematika kehidupan guru. Mulai dari menyiapkan materi yang sangat mudah dan telah beliau kuasai bertahun tahun. Hingga kerutan kening tentang perubahan kurikulum yang mudah sekali diubah sewaktu-waktu oleh mereka yang (katanya) pakar bin ahli dalam perkurikuluman. Sebagai anak, tentu saja aku ikut merasakan apa yang mereka rasa dan pikir dari masa ke masa.

Guru: digugu lan ditiru, dipercaya dan diteladani. Begitu orang Jawa membuat kerata basa (akronim, dalam bahasa Indonesia) tentang kata ‘guru. Bahkan dalam pewayangan Jawa terkenal sekali Batara Guru yang merupakan raja kahyangan. Batara Guru juga digambarkan sebagai Dewa yang menurunkan ilmu. Lihatlah, betapa orang menghargai guru.

Dan begitu banyak pula yang bertestimoni bahwa menjadi guru adalah pekerjaan yang nyaman. Pernah mendengar ungapan semacam ini: Menjadi guru itu enak, kalau muridnya libur pasti libur juga. Atau ungkapan ini: Jadi guru itu enak, gajinya banyak dan dapat tunjangan sertifikasi pula. Mungkin bagi sebagaian orang, kalimat tersebut adalah sanjungan, tapi ada juga yang mengucapkan kalimat tersebut sebagai sindiran.

Beberapa yang menuturkannya sebagai pujian karena melihat guru bekerja di tempat yang bersih, bukan tempat berlumpur. Juga guru bekerja di tempat yang teduh, sehingga tidak harus terlalu kerepotan ketika panas atau hujan. Dan satu yang pasti, menjadi guru itu sudah pasti mendapat gaji tiap bulan.

Tapi tak jarang beberapa oknum malah jadi nyinyir melihat kondisi guru. Mereka melihat bahwa pekerjaan guru itu mudah dan nggak ada repotnya. Yaa...itu tadi pernyataan bahwa guru bisa libur ketika muridnya libur. Kalimat itu ada benarnya, tapi tidak 100% benar.

Guru punya tuntutan yang begitu besar. Tunjangan sertifikasi haru dibarengi dengan penyerahan berkas yang seabrek-abrek. Belum lagi persyaratan itu wajib diserahkan dalam bentuk ketikan rapi dan syarat-syarat lain. Aku tahu, memang itulah tugas guru. Tapi harap disadari bahwa tidak semua guru mahir mengoperasikan komputer, bahkan (hanya) mengetik di Ms. Word.

Mau bukti? Orang tuaku buktinya. Mulai berlangsungnya sertifikasi guru adalah sekitar 8 tahun lalu dan ketika itu usia orang tuaku sudah mencapai 50 tahun. Semua berkas dan persyaratan sertifikasi harus diketik rapi dengan berbagai macam peraturannya. Setelah lulus sertifikasi masih pula semua perangkat mengajar harus berupa ketikan rapi. Maka mulailah orang tuaku bersentuhan dengan teknologi yang bernama ‘komputer’, yang sedianya hanya menjadi pegangan buatku atau kakakku. Beliau belajar untuk bisa mengoperasikan komputer dengan segala pernak-pernik yang (kata orang yang sudah ahli) bisa membantu mempermudah pekerjaan.

Bagi guru muda, semua itu mudah. Tapi tidak bagi guru tua. Orang tuaku belajar menggunakan komputer dan laptop dalam pembuatan semua perangkat. Namun bagi orang yang usianya tidak lagi muda ada saja kendala yang dialami. Keadaan fisik juga kemampuan mengoperasikan. Mulai dari mata yang mudah lelah ketika menghadap layar laptop atau komputer, hingga punggung yang tak lagi kuat digunakan untuk duduk berlama-lama. Faktor usia. Juga kebingungan-kebingungan yang terjadi ketika harus menggunakan beberapa aplikasi agar lebih memudahkan pekerjaan.

Belum lagi menghadapi siswa dengan berbagai masalahnya. Mulai dari bolos hingga pelecehan seksual. Dalam sebulan terakhir ini, ibu saya mulai mengungkapkan keprihatinan beliau terhadap keadaan siswanya yang tidak lagi mampu dikendalikan. Masuk kelas ketika guru sudah di dalam kelas, tidur ketika pelajaran padahal berlarian riang gembira ketika jam istirahat dan yang paling baru adalah pelecehan seksual kepada teman wanitanya.

Menanggapi segala pendapat masyarakat di luar sana, ibu selalu berpesan, “Tidak ada pekerjaan yang mudah. Semua pekerjaan halal itu mulia. Ketika seseorang atau banyak orang nyinyir dengan profesimu, jangan latas balik menyinyiri mereka. Mereka hanya belum paham bagaimana menghargai profesi orang lain.” Berbeda dengan kata bapak, “Hidup di dunia itu hanya sebentar. Profesi apapun yang kamu tekuni, jalankanlah dengan ikhlas dan diniatkan ibadah. Pekerjaan itu adalah amanah dan tanggung jawab kita terhadap diri kita sendiri dan Allah.”

Seberat apapun orang tua saya menjalani profesi sebagai guru, beliau tidak pernah mengeluh menjadi guru. Beliau selalu punya banyak cerita ketika pulang ke rumah. Berbagai kisah tentang atasan, berbagai kisah tentang aturan, berbagai kisah tentang rekan kerja, dan tentu saja berbagai kisah tentang murid.

Sekali lagi, tidak ada yang istimewa ketika menyandang ‘gelar’ sebagai anak guru. Tapi selalu menjadi istimewa bagiku ketika beliau membawa cerita menarik ke rumah dan kami membahasnya dalam diskusi panjang hingga pada akhirnya selalu ada pelajaran yang aku dapatkan ketika cerita itu berubah menjadi diskusi.


I proud being born as my parents’ daughter,
I swear
 

<a href="http://www.indonesiaberkibar.org"><img src="http://www.indonesiaberkibar.org/img/GIB-1.jpg" /></a>
Here this is the picture's link



Posting ini dikutsertakan dalam BLOG COMPETITION 2012 yang diadakan oleh GERAKAN INDONESIA BERKIBAR.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Mereka yang Mampir

Translator

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Guess House

free counters

Popular

Clock

Meeting Room

About Me

Foto Saya
Asmara Nengke
Solo, Indonesia
Not too simple, just unique, extraordinary and limited-edition. Others' big words mean nothing to me.
Lihat profil lengkapku

Kanca-Kanca

Talk to Me

Up to Date