Kamu pastinya
sudah tahu bahwa kita telah saling mengenal bukan sehari atau seminggu, tapi
sudah bertahun-tahun. Aku mulai makin mengenalmu saat kau dengan sangat percaya
membagi sedihmu yang terukir lewat lembaran buku rahasiamu. Kamu dan aku, di
antara puluhan sahabat.
Kamu pun
tahu, aku sudah puluhan kali bisa merasai apa yang sedang terjadi meski kamu
dengan sengaja menutupinya. Aku tak bisa menghindari rasa itu. Mungkin karena
aku sahabatmu, atau mungkin karena aku musuhmu.
Kamu sekali
lagi berkata bahwa semua baik-baik saja. Itu versi bohongmu! Versi aslimu ada
di sini, dekat sekali dengan detak jantungku. Kurasakan mengalir dalam aliran
yang tidak pernah kuminta untuk diberikan padaku.
Kamu sudah
sekian kali mengatakan ‘aku baik-baik saja’, padahal kutahu pasti u’re not. Berencana
untuk tersambar petir di tepi danau, apakah itu baik-baik saja? Atau rindumu
yang membuat hatimu hambar, semua sudah kurekam dengan baik meski kamu
berdusta.
Berbohong
lah sekehendak hatimu. Aku tetap bisa merasa, tanpa kamu berkata. Percayalah bahwa
aku tahu niat berbohongmu. Niat baikmu! Kamu ingin mengontrol diri agar tidak
bercerita macam-macam padaku. Kamu menghindari agar aku tidak bertanya
macam-macam. Karena sejujurnya aku tahu kalau kamu sedang ketakutan menghadapi
kenyataan bahwa aku bisa melegakan semua resahmu. Kalau aku tidak salah, itulah
rasa yang tersimpan dan tidak kamu ucapkan kepadaku.
Kini, satu-satunya
hal yang bisa kulakukan adalah berpu-pura mempercayaimu yang sudah pasti
berbohong dengan statement ‘aku baik-baik saja’. Karena aku tahu kamu sedang
berusaha menyelamatkan sesuatu atau seseorang yang terpatri kuat dalam
memorimu, dalam tiap aliran darahmu, dalam tiap helah napasmu. Kucoba hargai
itu.
Jika suatu masa kamu membaca tulisan
ini, kukatakan,
I owe this picture from here! |
1 comments:
Indah kata-katanya.
Ya. Tuhan mungkin sengaja mempertemukan kita dengan orang yang salah sebelum mempertemukan dengan orang yang benar agar kita siap.
Salam berkarya!
Posting Komentar