Kapankah
waktu yang kujejaki? Aku tak mampu lagi membedakan pagi, senja, atau pun tengah
malam. Semua semu dan kusam. Aku menyesap pelan dingin yang dihadirkan oleh
hatiku. Sesekali semua hal di sekitar ini menggodaku untuk berhenti. Tapi kuurungkan
dan aku kembali murung dalam tempurung.
Aku terdiam,
menatap telepon yang tergeletak begitu saja. Ada sedikit nyeri yang entah dari
mana asalnya. Ada banyak asa yang kubangun bersamanya. Segala cerita yang tak
mampu kusimpan tapi tak juga kubuang. Terserak berantakan di lantai kepalaku. Memenuhi
ruang kosong dengan tanya sekaligus jawaban yang acak.
Homph...
Aku menyesap
lagi noughat kopi yang terasa lembut di lidah. Sesaat kupejamkan mata, merasai
sensasi kopi yang memanjakan lidah hingga tenggorokanku. Serta merta pikiranku
kembali melayang pada benda yang sedang kugenggam. Hanya bisa kugenggam,
kupandang, tanpa mampu kuberbuat banyak. Toh, aku sudah tidak bisa meratap
apalagi menangis.
Hmm..
Baiklah mari melanjutkan menulis
halaman terakhir, halaman persembahan. Galau. Hanya orang tuaku yang mampu
kutulis untuk halaman terakhir ini. Baiklah, mungkin sebutir noughat kopi
(lagi) bisa menjadi dopping mujarab
yang menghadirkan inspirasi.I owe the pic! |
0 comments:
Posting Komentar