[Kekhawatiran
itu hampir terbukti. Mereka menjalin cinta terlarang. Cinta yang tidak
seharusnya tumbuh di hati mereka. Atau mungkin kami yang terlalu usang dengan kisah
cinta itu? Atau kami yang tak memahaminya sebagai sahabat? Atau hidup memang
telah memutar jalan lurusnya? Atau dia sengaja menutup mata? Dan tanya masih
menggantung di kepala hingga sebuah keputusan harus diambil.]
Entahlah, begitu batin saya coba tidak
peduli. Tapi saya tersiksa dengan ketidakpedulian saya. Saya mengingat semua
kenangan, semua rasa, bahkan semua marah. Kali ini saya marah. Marah pada ‘percobaan’
ketidakpedulian saya sendiri. Kini rasanya seperti tersiksa akan keinginan
memintanya mengerti. Hati saya remuk membayangkan ke-tidak-normal-an yang sudah
mulai di ambang batas. Saya memang akhirnya hanya mampu tergugu tanpa setitik
air mata jatuh.
{Mereka
berpisah. Atas kehendak orang tua. Tak ada yang mampu melawan, bahkan takdir
seolah hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan. Kini saatnya menunggu perahu
berlayar pada dermaga yang entah di mana sebenarnya berada. Karena lautan
tengah bergelombang dan badai menutup hampir seluruh jalan keluar}
Feeling saya tentang perpisahan itu
terbukti hari ini. Sekali lagi rasa yang mereka rasakan mampu menembus dada
saya, membuat saya bisa merasakan apa yang tidak bisa dilihat oleh mata
telanjang. Nyatanya, saya belum pernah salah memaknai setiap detak yang
terhubung atas nama persahabatan, cinta, dan keluarga.
nice pic from here! |
0 comments:
Posting Komentar