Dia tahu.
Aku telah meminta hal yang sama berkali-kali, sampai aku lupa sudah berapa
puluh kali. Namun selalu saja jawabannya adalah “TIDAK” atau dengan modifikasi
agar terkesan bahwa jawabannya tidak sama. Sebenarnya sama saja dengan
permintaanku.
Dia
berkali-kali merasa sakit oleh sakitku. Aku memang tidak memintanya, tapi
setidaknya itu membuat aku makin tidak mengerti seperti apa aku baginya. Namaku
sudah seperti nama Voldemort, yang tidak boleh disebut atau akan membuat mati
jika sampai tidak sengaja terucap atau
terdengar. Perasaan yang sangat
halus, begitu selalu aku menyebut apa yang dirasakannya.
Sedangkan
aku? Aku akan dengan biasa saja (bahkan tertawa-tawa) menggodanya dengan
berbagai kemungkinan yang mampu membuatnya sakit dan terluka. That’s my bad. Aku pun tahu dia sering
menangis di ujung sana ketika sedang bicara denganku di telepon. Tidak hanya
sekali, entah berapa kali aku lupa. Aku? Tentu saja aku akan menggodanya dengan
berbagai hal yang menurutku bisa membuatnya tertawa. Dan dia memang tertawa,
tertawa sambil menangis. Padahal aku tahu pasti bahwa tertawa-sambil-menangis
yang terjadi padanya itu, adalah ungkapan rasa yang lebih dari sekedar sedih.
Jika boleh
meminta yang terbaik, aku ingin dia mendapatkan hal yang lebih baik dari apa
yang selama ini bahkan tak mampu kuberi untuknya walau hanya setitik. Dia berhak
bahagia atas luka yang begitu banyak tergores di jiwanya. Dan keinginan
terbesarku adalah membebaskan dia dari rasa yang tidak mau dia tanggalkan meski
sedetik. Dia harus mampu berdiri sekuat yang dia mampu, berjalan, bahkan
berlari. Dia harus bisa meninggalkanku dan melepaskan semua hal yang dia sebut ‘rindu’.
Aku bukan
apa-apa bahkan untuk dia yang begitu mengharapkanku. Dia harus berhenti memohon
pada Tuhan untuk mengabulkan satu permohonannya yang tersisa, karena semakin
dia memohon semakin dia akan sakit dan terjerembab. Jika dibilang ini adalah
salahku, maka akan kujawab bahwa “Semua yang terjadi dalam hidup manusia tidak
pernah ada yang sia-sia”. Termasuk ketika aku mengenalnya atau ketika akhirnya
dia merasa sakit pada apa yang kulakukan.
Always try to keep a patch of sky above your life.
-Marcel Proust-
Picture here |
0 comments:
Posting Komentar