Saya
tidak mau membenci, lebih tepatnya tidak mampu. Saya memang membiarkan mereka
berkeliaran di sekitar saya, membuat mereka merasa nyaman dan baik-baik saja. Tapi
bisa saya pastkan bahwa mereka sesungguhnya tersiksa. Tersiksa karena pernah
menyakiti saya. Tersiksa karena saya baik-baik saja padahal sudah pernah hampir
mati karena ulah mereka. Tersisksa karena berpura-pura mengabaikan saya. “Rasakan
saja rasanya!” begitu batin saya gemas. Toh, itu adalah pilihan mereka. Tolong garisbawahi
bahwa saya tidak mampu membenci mereka.
Mereka
yang membuat saya menjadi kaku pada mereka. Hubungan yang canggung karena saya
sesungguhnya melakukan semuanya hanya untuk kesopanan saja. Kalau saya mau,
bisa saja semua jejaring sosialnya saya bekukan. Ah, lagi-lagi saya tak tega. Hanya
saya diamkan saja, meski saya kesal juga. Kesal karena melihat ahli
berpura-pura. Dan saya membiarkan mereka hidup di balik topeng itu, selamanya. Saya
tidak akan mengusik apa yang telah mereka pilih. Pun tidak mendoakan apa-apa
bagi mereka.
Perasaan
saya mungkin memang tidak lagi sehalus dulu dalam menghadapi mereka, tapi tetap
saja saya tidak mampu berbuat keji. Ah, bahasa saya sarkas sekali. Ketidaktegaan
saya tersebut tidak lain karena saya sudah tidak lagi peduli pada mereka. Apa yang
mereka perbuat dulu telah membuat saya kehilangan simpati dan memilih
mengabaikan segalanya.
picture here |
0 comments:
Posting Komentar