Saya kesal dan kangen. Dua rasa yang
sama sekali nggak nyambung. Tapi begitu yang saya rasakan.
Saya kangen pada orang yang -menurut
saya- abstrak. Ya, hanya kata itu yang bisa saya gunakan untuk menggambarkan
keberadaannya. Dia ada, tapi seperti tidak nyata. Saya melihatnya tersenyum,
tapi entah apa yang sebenarnya sedang dia lakukan. Lalu dalam kepala saya
muncul ide untuk membelah kepalanya seperti Frankestein, lalu mengeluarkan
semua yang ada di dalam bagian tubuh paling keras itu.
Ini kriminal!
Jadilah saya membatalkan niat untuk
melakukannya. Toh, saya juga tidak tahu dia sedang berada di mana.
Kekesalan saya memuncak ketika banyak
pertanyaan berputar di kepala saya. Kali ini saya ingin membelah kepala saya
sendiri dan mengeluarkan seluruh isinya. Saya menjumpai pertanyaan yang membuat
saya berdebar hebat.
"Apa
dia sudah sangat PD tidak akan kehilangan saya, sehingga tidak perlu
menghubungi?"
"Apa
dia selama ini hanya sungkan dengan kakak, sehingga dia melakukan hal
itu?"
"Apa
dia sebenarnya sudah menemukan apa yang dia cari dan saya hanya orang yang
tidak sengaja bertemu?"
"Apa
dia hanya menguji seberapa kuat saya ada di jalur itu?"
Itu hanya sebagian pertanyaan. Masih
begitu banyak hal yang cuma bisa saya rasakan. Tidak mampu saya bagi dengan
siapa pun. Karena saya yang merasakannya sendiri, sehingga membuat saya merasa
nggak sanggup untuk bertanya-tanya. Saya pun tidak akan menangis, karena ini
bukan hal yang pantas untuk ditangisi. Ini hanya masalah waktu dan takdir saja,
selebihnya tentu saja kembali pada yang mengecat tomat. Hahahaha...
Akhirnya saya melamun, senja kemarin,
seusai iftar.
Saya ingin meraih cita-cita itu, tapi
saya tidak tahu harus mulai darimana. Saya memang sudah mengadu pada yang punya
dia dan yang punya saya juga tentunya, tapi saya tahu masih akan ada ganjalan.
Ada banyak hal yang membuat saya harus berusaha dan berdoa. Banyak perjuangan
yang mesti dilakukan, tapi saya ingin dia yang meminta perjuangan. Saya ingin
dia yang memulai (lagi) apa yang telah saya mulai. Tapi bagaimana cara membuat
dia tahu, kalau selama ini dia tidak pernah peduli?
Pagi ini semua perasaan kesal dan
kangen itu masih bersama saya. Maka saya pun diam, seperti yang dia lakukan.
Tidak banyak hal yang bisa lakukan, selain menunggu takdir saya berlabuh pada
hal yang saya inginkan atau hal yang sama sekali bukan keinginan saya.
Kuncinya ada pada niat baik, positive
thinking, dan pantang menyerah. Akan saya coba terus. Di samping berdoa, tentu
saja. Mumpung bulan Ramadhan, belajar sabar dan ikhlasnya ditambah lagi. Jadi
nanti pas Ramadhan sudah selesai bisa lebih ikhlas dan sabar.
Never fear quarrels, but seek hazardous adventures.
-Alexandre Dumas-
Picture here |
0 comments:
Posting Komentar