Kita memulainya sebagai dua sahabat. Kita seperti bocah
SD yang sering berbagi makan siang. Kita seperti anak SMP yang suka bolos
sekolah. Kita pun seperti ABG SMA yang sedang mencari jati diri. Entah sejak
kapan, aku benar-benar lupa. Dan pastinya bukan hal yang terlalu penting kapan
kita mengikrarkan diri sebagai sahabat. Semua berjalan apa adanya, tanpa ada
sedikit pun yang berlebihan.
Siang itu (masih agak pagi sebenarnya) kita duduk
menghadap sebuah meja kecil. Segelas jus melon nyaris habis setengah begitu
pelayan meyajikannya ke hadapanku. Bukan karena haus. Bukan. Aku sedang sangat
gugup untuk memulai bertanya padamu. Aku tak tahu harus mulai darimana. Karena aku
tahu ini semua hal tak baik bagimu, mungkin bagiku juga.
Akhirnya aku memilih mendengarkanmu bercerita tentang
bagaimana kamu menjalani harimu sejak kita tidak lagi duduk dalam satu ruang. Kamu
dengan kerja kerasmu menjalankan usaha. Dan aku gelisah menunggu apa yang akan
kamu sampaikan kemudian. Aku berkeyakinan bahwa kamu akan menyampaikannya
sendiri, dari mulutmu sendiri tanpa aku perlu menanyakan.
“Kau pikir kenapa bisa hari ini aku ada di sini? Bersamamu,
berdua saja?”
Pertanyaan yang telak membuatku diam, tertunduk, dan
tidak bisa menjawab. Jujur, aku salah tingkah, tapi aku secepat kilat memasang
tampang tak mengerti dan bertanya balik padamu. Lalu kusesap jus melon yang tak
lagi sampai setengah gelas.
Sebuah pengakuan yang sebenarnya sudah kutahu dari
mereka. Tapi sungguh aku hanya bisa diam membiarkanmu berkisah tentang
semuanya. Tentang gundahmu, tentang sedihmu, tentang marahmu, bahkan tentang
ketidakberdayaanmu, tentang cintamu, pun tentang lelahmu.
Aku hanya bisa diam. Tanpa banyak kata, tanpa banyak
tanya. Kubiarkan kamu menumpahkan semuanya, dan aku lebih memilih menyimakmu
sambil sesekali menyesap jus melon yang rasanya hambar di lidahku.
Mungkin sehambar hidupku. Dan semua yang kamu ceritakan
padaku membuatku merasa bahwa hidupku semakin hambar. Aku ternyata tidak punya
rasa yang cukup nikmat untuk kukecap ataupun kusesap. Aku memang hanya punya
diriku sendiri. Di satu sisi aku menikmatinya, di sisi lain aku ingin menjauh
dari hidupku sekarang.
Setidaknya aku masih sedikit beruntung karena kamu masih
percaya padaku. Mempercayakan rahasia yang sebentar lagi harus terungkap pada
publik. Kudengarkan saja semuanya, lalu kusimpan baik-baik dalam memoriku. Suatu
hari akan menjadi cerita yang menuntun jalan kita masing-masing menjadi lebih
baik.
Maka kini, biar aku menyimpan rapat semua hal yang harus
kusingkirkan dari pikirmu. Kusimak dengan seksama, kurekam dalam kepala dan hati. Kujadikan
satu anak tangga yang membantuku ‘naik kelas’ hingga hidupku akan lebih punya
rasa. Kisahmu akan hidup di hatiku selamanya, kukenang dan kujadikan kisah
indah yang tak tergantikan.
Kusesap untuk terakhir kalinya jus melon dari gelas di hadapanku. Sambil
kuselipkan doa, agar jalanmu berikutnya dimudahkan. Pun aku berdoa agar pintaku
didengar dan diwujudkan.
PS: Terima kasih telah mempercayakan cerita berat itu padaku.