Sore
beranjak senja. Kupandang langit timur yang mulai memutih tertutup awan. Melesatkan
sebuah harapan untuk menatapnya lekat dan dekat. Tapi aku bisa apa jika aku
sedang menuju utara, bukan timur.
Menyesap
kembali segala bentuk senyum. Senyumku. Tawaku. Belum pernah kurasa cengiran
selebar ketika aku menatap seraut wajah yang pernah kusambut dalam gerimis.
Kembali
kuraba hatiku, menetapkan kembali bahwa semua masih baik. Tidak ada yang
berubah. Hanya ada kebaikan..kebaikan..kebaikan..dan kesabaran. Dan tidak ada
yang pernah tahu apa yang telah ditulis dalam ‘bukuNya’. Pun tak pernah ada
yang tahu, seperti apa hidup seseorang berakhir.
Meski
hatiku pernah berai, meski lidahku pernah kelu, entah kenapa aku memilih untuk
tidak berpikir bahwa sakit adalah alasan untuk membenci. Dan aku pun masih
dengan ketololan setinggi awan. Ketololan tentang perasaan yang hanya bisa
kuimajikan.
Membangun
imaji yang sungguh telah dilempar dan terlempar. Ah, hanya imaji kosong yang
seharusnya memang bukan tentang langit itu. Atau mungkin tentang bintang. Atau,
bolehkah tentang raut itu?
Selebihnya,
aku masih bersimpuh untuk kebaikan yang semoga dikaruniakan kepadaku oleh Sang
Maha Pengasih. Memohon ampun atas dosa yang tidak terperi banyaknya. Mengharap masih
selalu diberi curahan kemurahan dan kasih sayang.
Maka
aku masih di sini...
With
God everything works out in the end.
If
it hasn't worked out it's not the end.
-Unknown
Picture here |
0 comments:
Posting Komentar