Aku berjalan jauh. Sangat jauh. Mengayuh sebentuk sauh. Namun tak pernah
kutahu entah di mana sauh itu akan kulabuh. Aku hanya tahu bahwa genderang hidupku
memang telah ditabuh. Menjadi ruang-ruang tersekat yang kadang senyap, kadang
gaduh. Lalu kutahu ada waktu untuk berkeluh dan mengaduh.
Biar saja. Biar kunikmati selaksa rasanya.
Setidaknya sampai hari ini aku masih berdiri. Aku masih punya harapan untuk
bisa menari. Membiarkan senja dan pagi menjadi kotak yang setipis kulit ari. Pun
mempercayai bahwa masih ada harapan yang mungkin Tuhan beri. Maka aku berjalan
menembus onak dan duri. Mencari asa yang hampir aus dan lari.
Sebuah kejujuran, aku pun takut kehilangan.
Sampai saat ini, rasaku bertahan untuk hal mungkin absurd, mungkin hampa. Dan
entah demi apa aku menutup mata dan telinga, mengabaikan semua suara. Seolah aku
mampu bertahan ketika imaji terlontar begitu manis penuh gula. Aku terbawa. Aku
percaya.
Beri aku ruang, beri aku waktu. Biar aku mencoba segala candu. Lalu akan
kunyanyikan sebuah lagu. Lagu tentang pekat, senyap, tawa, haru, rindu, dan
beku. Tentang aku dan kamu.
Aku masih tersenyum, membaca kembali semua harapan.
Aku masih tersenyum, mengingat semua kenangan.
Aku masih tersenyum, tersenyum, tersenyum, dan ikhlas.
Aku masih terjaga. Dalam gelap yang memenuhi kamar.
Menanti. Semoga dirasai dan dimengerti.
The trouble is if you don’t spend
your life yourself,
other people spend it for you.
-Peter Shaffer-
Pict from here |
0 comments:
Posting Komentar