Begitu
banyak hal yang ingin kusampaikan padamu. Mungkin sebanyak bintang di langit. Bisa
juga sebanyak pasir di seluruh pantai di dunia. Atau mungkin hanya sebanyak
jari yang kumiliki. Mungkin. Entahlah.
Namun
akhirnya kusadari, semua yang ingin kusampaikn padamu hanya akan menjadi hal
sia-sia. Jadi kuputuskan untuk kusimpan saja. Tidak perlu kau tahu, karena kita
sudah terlalu jauh untuk mengayuhkan sampan kita mendekat.
Harusnya
aku memang minta maaf padamu. Semuanya salahku kan?! Ah, harusnya memang
begitu.
Aku
yang selalu mencoba memberi perhatian, tapi bagimu itu adalah sebuah gangguan. Aku
yang selalu mencoba memenuhi apa yang pernah kau minta, tapi akhirnya malah
membuatmu jengkel dan lagi-lagi merasa terganggu. Aku yang berusaha tidak lagi
mendiamkan masalah, tapi bagimu aku persistent karena tak mampu menangkap
ungkapan kiasanmu. Aku yang berusaha menjaga hati untukmu, tapi bagimu aku
berlebihan. Aku yang ingin membuatmu tersenyum, tapi membuatmu kesal dan
jengkel.
Selalu
saja!
Hingga
berakhir di sini.
Aku
hanya sanggup menatap dari jauh duniamu yang indah gemerlap. Bahagia. Begitu aku
menyebutnya. Maka itulah yang kusadari, bahwa aku yang membuatmu menjadi “pengendara
buta” yang terpaksa harus membawaku sebagai penumpang.
Dari
jarak ini begitu nyata bahagiamu kulihat. Sambil tersenyum, tentu saja. Karena
aku tak akan kembali ke sana. Tempat di mana aku menyakitimu. Tempat yang di
hadapanku pura-pura ingin kau tinggalkan, padahal sangat ingin kau tuju.
Aku
tidak akan kembali lagi. Biar semua cerita tentang bintang itu menjadi kisah
yang hanya akan terrangkai dalam jaring laba-laba perak.
I don't want
to repeat my innocence.
I want the
pleasure of losing it again.
-F. Scott Fitzgerald
Picture here |
0 comments:
Posting Komentar