Saya
kembali. Saya pulang. Ke dalam sebuah rumah yang sebagian isinya adalah damai
dan tenang. Rumah yang dulu pernah menjadi tempat berlindung dari segala
mendung yang menyulitkan. Rumah yang membentuk saya menjadi saya yang lebih
sabar dan tenang.
Saya
bahagia. Sungguh. Serasa saya mulai memungut kembali serpihan jiwa yang
menghilang dari rongga raga saya. Sedikit demi sedikit terkumpul. Perlahan membentuk
senyum. Kemudian saya menemukannya kembali. Sebagian diri saya.
Inilah
rumah yang memang ditakdirkan untuk saya cintai. Rumah yang membagi sebagian
nyaman dan aman untuk saya tinggali. Tempat berlindung dari rasa gelisah. Penampung
jiwa bebas saya yang rindu penerimaan tanpa syarat. Bukan rumah yang terlalu
saya impikan, namun cukup membuat saya diterima.
Saya
kembali berdiri. Memandang dengan takjub (lagi) kepada sorot mata-mata mereka. Senyum
mereka. Dunia mereka. Alam mereka. Dan saya. Membentuk sebagian mimpi saya.
Dan
saya merasakan pulang. Untuk mereka. Menjadi teman, menjadi sahabat, terutama
menjadi diri saya sendiri. Menjadi teman belajar bagi mereka yang saya panggil “Dik”
atau cukup nama saja. Terlebih menjadi teman bermimpi dan inspirasi.
I don’t want
to fade away, I want to flame away –
I want my
death to be an attraction, a spectacle, a mystery.
-Jennifer Egan
I forget where's the source. Claim, please! |
0 comments:
Posting Komentar