Untuk Mbak yang berjilbab dan berkacamata (padahal aku juga berjilbab dan berkacamata)...
Dulu aku suka sekali melihatmu bercerita. Kau menceritakannya dengan penuh daya tarik. Bukan karena topiknya yang bagus, tapi caramu. Iya, aku menyukai caramu menyampaikan cerita padaku atau juga pada orang lain. Kau mempesona tiap kali bercerita tentang suatu hal.
Iya benar, aku menyukai caramu bercerita.
Kau punya banyak cerita untuk berbagi dengan kami. Ada bermacam hal yang kau ungkapkan di hadapan kami, hingga bagai mantra yang menyihir kami untuk tetap ada di depan ceritamu. Mantramu benar-benar membuatku sempat tergila-gila dan berharap bisa selancar dirimu dalam mengungkap hal-hal yang terjadi.
Semua ceritamu, entah itu berupa fiksi, kisah orang terdekatmu, atau bahkan curhatan tentang hidupmu kau rangkai dalam kalimat-kalimat yang tadi telah kusebut mantra itu tadi. Tidak sedikit orang berdecak kagum, memujimu. Memuji kepiawaianmu merangkai cerita.
Sekali lagi, the way you share it. Caramu!
Lalu mind-set-ku tentang keluwesanmu menyampaikan suatu hal tiba-tiba luntur. Luntur dan pudar saat satu komentar dariku kau tanggapi dengan dingin meski kau berusaha tersenyum.
Terpaksa tersenyum.
Aih..aih... Pasti karena kau merasa tidak mengenalku, tidak pernah tahu seperti apa reputasiku. Tentu saja tidak kenal, setelah kuingat ternyata kau jarang menjawab salamku. Padahal aku dengan sangat setia menatap 'layar'mu, menanti kisah-kisah yang kau ceritakan.
Aku tahu bahwa kau begitu mempesonanya hingga begitu banyak mata menatapmu dan mengagumimu menyampaikan sesuatu. Kukira kepintaran yang tersimpan di dalam tempurung kepalamu itu sebanding dengan keindahan suaramu menyapaku, tapi aku terlalu percaya pada pandangan mataku.
Aku membencimu?
Tentu saja tidak, Mbak. Aku tidak mengenalmu, begitu juga sebaliknya.
Mbak..
Maaf karena aku akhirnya tulisan ini terpaksa aku posting di blog. Aku yakin saja bahwa tak mungkin kamu punya waktu untuk mendengarku atau membacanya jika kuemailkan -aku tak punya emailmu-. Bahkan aku tidak tahu kau ada di bumi belahan mana saat ini.
Kita tak pernah saling kenal.
Aku yakin kau berjalan rel yang benar, tidak salah sedikitpun dengan apa yang kau ungkap terlepas apakah itu fakta atau fiksi. Sungguh aku tidak ada niat mencelamu atau menumbuhkan benih benci di hatiku padamu, karena aku masih dengan setia menikmati cerita yang kau suguhkan pada kami meski tak sesering dulu.
Mbak..
Andai kau tahu betapa aku kagum dengan perjalanan batinmu hingga akhirnya kau memutuskan untuk berhijab. Buatku, kau termasuk orang yang luar biasa hingga akhirnya bisa memutuskan berhijab. Meski dengan proses panjang dan melalui banyak perjalanan batin, kau akhirnya bisa mencapai tahap itu. Jika kau ada di hadapanku saat pertama kau putuskan berhijab, pasti aku akan memelukmu erat.
Tulisanku ini semoga bisa kau baca suatu hari. Memang bukan tulisan yang menarik, bukan kisah yang indah, tapi hanya ungkapan seorang adik yang ingin menjadi 'pencerita' -aku tak tahu istilah apa yang tepat untuk kugunakan- hebat sepertimu. Aku hanya tak tahu kau sekarang berada di mana untuk menyampaikan langsung.
Terima kasih telah menjadi inspirasiku, Mbak yang berjilbab dan berkacamata.....
picture source |
Woman learns how to hate
in proportion as she forgets how to charm.
~Friedrich Nietzsche~
0 comments:
Posting Komentar