Saya masih berusaha membuat diri saya yakin.
Pesona atau kenangan, atau entah apa namanya. Saya memang
masih menyimpannya dalam sadar saya yang teramat sadar. Mungkin masih penuh
dengan segala bentuk harapan, mimpi, doa, dan kenangan.
Dalam keadaan apa pun, saya tidak pernah membencinya
setelah segala kebersamaan. Saya memang memilih untuk berdiri di atas kaki saya
sendiri setelah menyadari bahwa saya harus melangkah menjauh dari hidupnya. Harapan
terbesar saya adalah dia bahagia dengan apa yang telah menjadi pilihan
hidupnya. Bukan saya, tentu saja.
Senyum saya masih kadang terkembang membaca harapan
yang dulu pernah tertulis di atas pasir. Dan saya tahu, angin menerbangkannya
seperti harapan itu tak pernah tertulis, tak pernah terucap. Karena saya pun sedang
mencoba menghapusnya perlahan. Tak ada yang ingin saya sisakan dari perjalanan
yang telah berlalu.
Saya menikmati emoticon romantis yang ditujukan
untuk nama saya. Tapi saya kesal, saya kecewa. Dan segala bentuk pertengkaran
membuat saya benar-benar tidak ingin kembali pada jalan setapak itu. Jika memang
saya meninggalkan jejak, biarkan jejak saya terhapus hujan deras yang
mendinginkan bumi. Saya harap, saya tidak akan pernah meninggalkan apa pun.
Hanya saja, saya memang masih sering ragu. Keraguan
yang tidak dapat sembunyikan pada cermin yang berdiri di depan saya berdiri. Meski
saya membacanya sebagai proses perjalanan, tapi saya tak urung memendam rindu
yang tidak mampu saya ejawantahkan bahkan lewat sebuah hembusan nafas.
Ah, saya memilihnya. Saya sudah berjalan jauh dan
tidak akan kembali ke tempat di mana saya meninggalkan semua rasa atas nama
kebaikan.
Rindu
akan hidup dengan dunia yang baru.Picture here |
0 comments:
Posting Komentar